Minggu, 14 Desember 2014

Alone



            Sembari bertanya pada angin yang jelas tak pernah menyimpan jawabnya, aku masih saja terus menyusuri lorong yang berliku ini. Entah sekarang atau nanti, aku hanya berharap, setitik bayang-Mu menemaniku melangkahkan kaki yang sepertinya sudah mulai lelah. Keinginan terpecah, impian memadam. Semua berputar seiring dengan angka 24 lagi. Kumpulan cacing dan gagak-gagak bacin jelas begitu mengganggu perjalananku. Tidakkah kalian pernah merasakan hidup seperti ini? sebuah kehidupan yang selalu saja kalian hindari. Terpojok, sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mampu mendengar tangisan sedihmu. Bukankah kalian lebih memilih sebaliknya? Tapi tidak denganku. Aku justru senang hidup diantara ribuan cacing yang bisanya hanya memakan seonggok daging bisu dan kelelawar-kelelawar yang bercinta dengan kegelapan. Aku lebih memilih menjadi pemungut barang bekas, namun mendaur ulang kembali menjadi sesuatu yang bernilai, daripada sebagai konsumen yang hanya mampu membeli dan membuang sesuatu menjadi samapah. Semuanya tergambar jelas dalam keganjilan sepertiga dari malamku. Dari sini aku belajar bagaimana menghargai dan dihargai, memiliki dan dimiliki. Begitu pula sebaliknya. Aku belajar bagaimana rasanya terjatuh dalam jurang yang terjal. Bahkan hanya ada aku sendiri di sana. Tanpa-Mu, tanpa kalian, dan tanpa mereka.  Sendiri!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar