Selasa, 23 Desember 2014

Apresiasi cerpen godlob karya danarto



Ayah, Cukuplah!
Disini negeri kami, tempat padi terhampar
Samuderanya kaya raya, tanah kami subur tuhan
Di negeri permai ini, berjuta rakyat bersimbah luka
Anak kurus tak sekolah, pemuda desa tak kerja

Mereka dirampas haknya, tergusur dan lapar,
Bunda relakan darah juang kami
Padamu kami berbakti

Cuplikan lagu di atas mengingatkan kita akan isi dari cerpen “Godlob “ karya dari penulis terkenal yaitu Danarto. Cerpen ini mengisahkan tentang seorang pemuda yang di bunuh oleh ayahnya sendiri agar anak tersebut di panggil sebagai pahlawan. Cerita yang disajikan sangat menarik, sebab bahasa yang digunakan di kemas melalui pilihan kata yang tepat. Serta setiap kalimat di bubuhi dengan olahan kata yang indah.
Dalam cerpen ini banyak terdapat dialog antara sang ayah dengan anaknya dimana pemuda yang disebut sebagai pahlawan itu selalu mengucapkan kata “Ayah, cukuplah! “ setiap kali sang ayah selesai memberinya sebuah tuturan ataupun nasehat.
Sebenarnya jika di nalar, isi dari cerpen ini menggambarkan tentang kondisi negara kita sendiri. Seperti yang kita ketahui, keadaan di negara kita masih pasang surut. Bangsa kita masih mudah di pengaruhi oleh bangsa asing. Kita lihat saja dari segi fahion maupun style. Bangsa kita lebih suka meniru gaya bangsa lain. Apalagi remaja sekarang, mereka cenderung lebih suka produk dari luar dari pada produk dari negerinya sendiri. Hal ini memiliki kemiripan dari cerpen Godlob yang digambarkan melalui kebodohan tokoh ayah dalam membunuh anaknya karena pengaruh para pembesar dan politikus. Seperti dalam kalimat : ’Sebaiknya, aku kena tipu oleh mereka!’’ Tangis laki-laki itu sambil menunjuk dengan garangnya kepada para pembesar. Yang ditunjuk melongo dan menarik dadanya undur.
‘’Kita semuanya kena tipu mentah-mentah. Lihatlah aku! Keluargaku ludes! Tidak ada satu pun yang kudapat!’’
‘’Penghianat!’’ teriak para pembesar bersama-sama.
Hal ini menggambarkan bahwa tokoh ayah, di ibaratkan sebagai bangsa indonesia yang telah dipengaruhi oleh bangsa lain sehingga ia lupa akan bangsanya sendiri.
Bertitik dari cerita tersebut, maka tokoh ibu dapat di ibaratkan sebagai ibu pertiwi yang berusaha untuk membela negaranya sendiri. Sebagai contoh dalam kalimat : Tiba-tiba perempuan itu mencabut pistol dari pinggangnya dan sejenak menggelegar bunyinya memenuhi sudut-sudut kota dan sejenak laki-laki tua yang ada di hadapannya itu. Perlahan perempuan itu berjongkok di depannya. Ait matanya meleleh. Suaminya menggeliat menoleh kepadanya:
‘’Perang demi perang berlalu, iseng demi iseng berpadu.’’ Kemudian ia meraih mayat anaknya dan jatuh. Suasana hening. Sekaliannya dipaku di tempat berdirinya masing-masing. Perempuan itu berdiri. Dengan wajah termangu ia memandang ke atas: ‘’Oh, nasibku, nasibku. Sedang kepada setan pun tak kuharapkan nasib yang demikian.’’ Dari cuplikan tersebut  di gambarkan bahwa tokoh ibu berusaha untuk membela atas kematian anaknya. Ini dapat diartikan sebagai ibu pertiwi yang tidak rela atas penjajahan yang terjadi di negaranya sendiri, sehingga ia berusaha untuk merebut apa yang seharusnya menjadi miliknya.
            Jadi menurut saya cerpen ini berusaha mengajak berbicara pembaca untuk lebih mendalam mengenal negaranya sendiri. Meskipun tidak diucapkan secara langsung lewat dialog maupun narasi, tapi jika dilihat dari isinya cerpen ini berisi tentang pembelaan terhadap kaum yang lemah. Arti kata “Ayah, cukuplah! “ itu sendiri mengingatkan kepada mereka yang telah melupakan negaranya supaya cepat sadar dan memperjuangkan negaranya sendiri, bukan negara lain.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar