Rabu, 12 Februari 2014

makalah linguistik umum


LINGUISTIKA UMUM
Dewi Alifasari
Abstrak
Apakah cabang ilmu yang digunakan untuk mempelajari suatu bahasa? cabang ilmu yang digunakan untuk mempelajari tentang bahasa adalah linguistik. Linguistik biasanya dikenal dengan linguistik umum. Kemudian apa saja yang dapat kita pelajari dari linguistik? Dengan berpangkal dari beberapa referensi buku yang terkait tentang bahasa, maka dalam makalah ini hendak merentang segala sesuatu yang berhubungan dengan linguistik sebagai ilmu bahasa, yang diantaranya meliputi definisi linguistik, sejarah linguistik, perkembangan linguistik di indonesia, prinsip dasar studi linguistik, hubungan linguistik dengan ilmu lain, dikotomi linguistik, serta aneka subdisiplin dalam linguistik.
PENDAHULUAN
Banyaknya permasalahan yang hadir dalam mendalami suatu bahasa dan hakikatnya, maka pendalaman dalam mempelajari bahasa di dunia kebahasaan sangat diperlukan. Seperti yang kita ketahui, masih banyak sekali orang yang belum paham akan pengertian maupun penggunaan suatu bahasa secara baik dan benar.  Padahal bahasa begitu dekat dengan kehidupan kita, bahkan kita tidak mungkin lepas dari yang namanya bahasa. Akan tetapi pada kenyataannya mereka tidak sebegitu mengerti dengan bahasa mereka sendiri yang biasanya digunakan dalam kehidupan sehari-harinya. Nah suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa itu disebut Linguistik. Linguistik juga dapat diartikan sebagai pengajian bahasa secara ilmiah (John Lyons, 1995 : 1).  Linguistik berasal dari bahasa latin, yaitu lingua yang berarti bahasa (Verhaar, 1966 : 1). Dalam bahasa roman, masih ada kata yang serupa dengan lingua yaitu langue dan langage (Prancis). Sejarah tentang adanya linguistik sudah dimulai sejak zaman kuno, yakni 6 SM-4 SM dengan tokoh pertamanya adalah Pasokrates. Akan tetapi pada zaman ini masih awal terbentuknya suatu embrio dan belum bisa dikatakan lahir. Lantas bagaimanakah perkembangan linguistik selanjutnya? Dan bagaimanakah pula linguistik dapat disebut sebagai ilmu bahasa? Dalam makalah yang berjudul “Linguistik Umum” ini akan dibahas secara terperinci mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan linguistik sebagai cabang dari ilmu bahasa. Mulai dari pembahasan mengenai sejarah  lahirnya linguistik dan hakikat linguistik sebagai studi ilmiah, prinsip dasar studi linguistik, sampai dasar-dasar dari fonetik, fonemik, morfemik, morfofonemik, sintaktik, semantik, dan pragmatik sebagai subdisiplin ilmu linguistik yang menangani tentang obyek materia elemen suatu bahasa tertentu. Sehingga, dengan membaca makalah ini  pembaca akan mengetahui secara mendetail tentang hakikat  linguistik.
PEMBAHASAN
A.     Terminologi kunci dalam studi linguistik (Definisi Linguistik)
Linguistik adalah ilmu bahasa (verhaar, 1966 : 1).  Definisi ini hampir tidak memberi gambaran cukup kepada pembaca, serta tidak memberi suatu indikasi yang positif mengenai asas-asas dasar bidang studi ini. Definisi tersebut mungkin dapat diperjelas sedikit dengan menguraikan lebih rinci yang terkandung dalam batasan “Bahasa” itu sendiri. Bahasa dapat diartikan sebagai suatu lambang bunyi yang arbitrer (manasuka). Ferdinand De Saussure mengartikan bahasa kedalam tiga bentuk, yaitu tuturan, aturan, dan semestaan.  Namun secara garis besar pengertian dari bahasa adalah suatu perantara yang digunakan oleh sekelompok anggota sosial untuk saling berkomunikasi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Jadi dapat dikatakan bahwa linguistik adalah suatu cabang ilmu yang mengkaji tentang sistem lambang bunyi arbitrer, yang digunakan oleh sekelompok anggota sosial untuk berkomunikasi. Linguistik sering disebut sebagai linguistik umum. Mengapa demikian? Sebab linguistik bersifat menyeluruh. Linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja, akan tetapi menyelidiki seluruh bahasa yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya.
B.      Sejarah linguistik
Secara garis besar sejarah perkembangan bahasa terjadi melalui 3 tahapan zaman yaitu, zaman kuno/klasik, zaman modern, dan zaman pos modern. Linguistik sudah ada sejak zaman kuno yaitu sekitar akhir abad ke-4 SM. Akan tetapi ini bukan awal kelahiran dari linguistik, disini linguistik hanya masih di ibaratkan sebagai embrio saja.  Selanjutnya memasuki zaman Yunani atau yang sering disebut dengan tata bahasa tradisional. Tokoh-tokoh yang berperan di zaman ini antara lain adalah Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Pada zaman ini mulai disusun suatu gramatika (tata bahasa) yang  didasarkan pada logika, namun pembagian katanya sudah lebih lengkap. Disinilah awal lahirnya linguistik dalam dunia kebahasaan. Plato dengan tegas membedakan kata benda (nomina) dengan kata kerja (verba).  Menurut plato nomina adalah kata yang dapat berfungsi dalam kalimat sebagai subjek sesuatu dalam predikat, sedangkan verba adalah kata yang dapat menyatakan perbuatan atau kualitas yang disebut dalam predikat (John L, 1995 : 11).  Kemudian pada abad pertengahan dibuat pembagian kata-kata menjadi nomina, verba, dan ajektiva. Aristoteles mengikuti pembedaan antara nomina dan verba seperti Plato, tetapi menambahkan satu kelas lain yang berbeda yaitu kata sambung atau konjungsi. Menurut Aristoteles maksud dari istilah ini adalah semua kata yang tidak termasuk ke dalam kelas nomina dan verba. Satu langkah yang lebih maju yang dibuat Aristoteles adalah pengenalan akan kategori kala dalam kata kerja Yunani. Dia memperhatikan bahwa variasi sistematis tertentu pada bentuk-bentuk kata kerja dapat dihubungkan dengan pengertian waktu seperti kini atau lampau. Namun ajarannya dalam hal ini masih kurang jelas. Kemudian para iskandaria meneruskan karya para ahli tata bahasa kelompok Stoa. Yaitu kelompok di zaman Yunani yang paling memperhatikan bahasa. Iskandarialah yang sekarang kita sebut sebagai tata bahasa tradisional. Memasuki zaman Renaisanse minat terhadap bahasa-bahasa daerah berkembang luas sekali, dan buku-buku tata bahasa ditulis dalam jumlah besar. Selanjutnya di abad ke-19 memasuki akhir abad ke-20, ada seorang tokoh yang kemudian dikenal sebagai bapak Linguistika modern, yaitu “Ferdinand De Sawssure” yang memiliki pemikiran-pemikiran luar biasa tentang ilmu bahasa. Ia mengembangkan satu study bahasa yang tidak diakronis lagi, tetapi secara sinkronis, yang kemudian dikenal dengan nama linguistik struktural. Pada abad ini, peradaban mulai berkembang, tidak hanya 1 tempat, tetapi di berbagai tempat, dengan penekanan yang berbeda-beda. Pembedaan ini dinamai berdasarkan nama tempatnya. Kemudian pada tahun 60’an mulai berkembang satu model pemikiran dekonstruksi yang inti pemikirannya dengan cara menentang pemikiran lama dan membuat pemikiran baru. Dan selanjutnya di masa-masa yang berikutnya, linguistika dikembangkan lagi oleh para ahli bahasa yang lain menjadi tata bahasa yang lebih baik lagi hingga saat ini.
C.      Perkembangan linguistik di Indonesia
Perkembangan linguistik di Indonesia terjadi melalui empat periode, yang pertama dimulai dari periode dominasi tradisional yaitu sebelum tahun 1965’an. Pada periode ini perkembangan linguistik di indonesia terdominasi oleh tata bahasa tradisional, yaitu sebuah tata bahasa yang diwarnai oleh campuran logika, seperti S=P yang dapat diartikan sebagai subyek mengakui predikat. Beberapa bukti terkait dengan pernyataan tersebut adalah banyaknya karya-karya seperti buku pada periode ini yang penjelasan konsepnya banyak didasarkan pada makna pengidentifikasian donimasi tradisional. Selanjutnya memasuki tahun 1965’an-1985’an atau yang disebut dengan periode dominasi struktural. Pada tahun 1970’an telah diterbitkan buku bahasa indonesia yang membuktikan bahwa aliran stuktural mulai dikenal teristimewa dalam bidang pengajaran bahasa indonesia. Dominasi ini semakin kokoh ketika pemerintah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melakukan perubahan dari kurikulum 1968 menjadi kurikulum 1975. Beberapa bukti lain perkembangan teori ini adalah diterbitkannya buku ilmu bahasa indonesia (1967-1970, M. Ramlan), buku analisa bahasa (1978, Samsuri), serta buku predikat obyek dalam bahasa indonesia (1979, Sudaryanto). Kemudian lanjut ke periode dominasi transformasional ditengah variasi, yaitu pada tahun 1985-1990’an. Pada periode ini, perkembangan linguistik di indonesia mulai muncul berbagai macam variasi teori. Variasi-variasi tersebut tampak pada penerbitan karya-karya terjemahan dari beberapa buku yang diantaranya adalah ilmu bahasa : pengantar dasar (1982, Unlenbeck), ilmu bahasa : pengantar (1987, Andremarinet), ilmu bahasa lapangan (1988, William J. Samarin), pengantar linguistik umum (1988, Ferdinand De Saussure), dan lain sebagainya. Kevariasian teori dalam periode ini semakin kuat dengan adanya pemasukan bab wacana dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Kevariasian juga mendominasi periode ini dengan perkembangan ilmu-ilmu hibridis di bidang bahasa. Dan periode yang terakhir adalah periode warna-warni teori yang ada pada awal tahun 2000’an. Warna-warni teori dalam periode ini adalah didasarkan pada teori-teori yang sebelumnya, yaitu teori yang ikut mewarnai peristiwa linguistik bahasa indonesia seperti teori tradisional, struktural, dan transformasi. Dan dimasa yang akan datang , untuk perkembangan linguistik yang selanjutnya diharapkan akan muncul lagi teori yang baru terkait dengan linguistik. Jadi berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa perkembangan linguistik di indonesia didominasi oleh empat periode yang masing-masing periode didasarkan pada bukti hasil karya-karya yang diterbitkan.
D.     Prinsip dasar studi linguistik
Linguistik adalah studi yang didasarkan pada sebuah realita, dimana obyek yang dikaji meliputi obyek materia dan obyek forma. Prinsip dasar studi linguistik mengobyekkan obyek materia sebagai bahasa lisan. Obyek materia itu sendiri meliputi beberapa prinsip-prinsip penelitian, yang diantaranya adalah natural. Yang dimaksud natural disini adalah bukan hasil rekayasa dalam berbagai kepentingan atau dapat dikatakan linguistik mendatakan hasil penelitian berdasarkan fakta. Yang kedua yaitu deskripsi, maksudnya data harus diberikan sebagaimana adanya. Deskripsi yang baik adalah deskripsi data yang diberikan oleh peneliti mampu membuat pembaca percaya dengan apa yang ia diskripsikan.  Selain itu, diluar natural dan deskripsi ada studi linguistik yang bersifat preskriptif. Dalam prinsip ini, penelitian didasarkan atas kaidah /teori yang dibawa oleh peneliti, sehingga penelitian tersebut dikaji atas dasar teori pikiran yang ada pada peneliti. Akan tetapi, Linguistik adalah ilmu pengetahuan deskriptif, bukan preskriptif. Tugas utama dari seorang linguis adalah menggambarkan (describe) bagaimana sebenarnya orang-orang memakai bahasa mereka untuk berbicara maupun menulis tidak menetapkan (prescribe) bagaimana seharusnya mereka berbicara dan menulis (john L. 1995:43). Jadi dapat dikatakan bahwa linguistik adalah ilmu yang empiris, yaitu ilmu yang berdasarkan pada fakta dan data yang dapat diuji oleh ahli tertentu dan juga oleh semua ahli lainnya.
E.      Hubungan linguistik dengan ilmu lain
Bahasa yang dikaji oleh linguistik akan menjadi ciri khusus manusia sebagai makhluk homozimbolikum, yaitu seperti yang dikatakan oleh Ernest K bahwa determinan manusia dengan makhluk yang lain itu adalah simbol. Terdapat beberapa ilmu lain yang berhubungan dengan linguistika. Beberapa disiplin  ilmu hibridis  yang berhubungan dengan linguistika yang pertama yaitu sosiologi. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang sosialisasi manusia dengan masyarakat. Adanya ilmu sosiologi didalam linguistika, ini melahirkan studi bahasa baru yang disebut dengan sosiolinguistika. Sosiolinguistika merupakan cabang linguistik yang mengkaji hubungan antara bahasa dan masyarakat penuturnya. Ilmu ini merupakan kajian kontekstual terhadap variasi penggunaan bahasa masyarakat dalam sebuah komunikasi yang alami. Didiplin ilmu hibridis yang kedua adalah antropologi. Adanya hubungan antara ilmu antropologi dengan linguistika dalam bahasa, mampu berkembang menjadi studi ilmu baru yakni Antropolinguistika, yaitu cabang ilmu linguistik yang mengkaji bahasa dari perspektif kebudayaan manusia.  Ilmu hibridis yang berhubungan dengan linguistik yang selanjutnya adalah psikologi. Di dalam linguistika, psikologi dikenal dengan istilah psikolinguitika, yakni sebuah cabang ilmu linguistik yang mengkaji variasi bahasa yang berhubungan dengan mental seseorang. Adanya psikolinguistik ini mampu melahirkan sebuah komperhensi bahasa, aposisi bahasa, produksi bahasa serta koherensi bahasa, yang dapat dikaji di dalam psikolinguistika. Selanjutnya cabang ilmu linguistika setelah psikoliguistika lahir studi bahasa yang disebut dengan neurolinguistika, yaitu salah satu cabang kajian interdisipliner dalam ilmu linguistik dan ilmu kedokteran yang mengkaji hubungan antara otak manusia dengan bahasa. Kemudian linguistik juga berhubungan dengan ilmu dalam bidang informatika. Cabang ilmu yang mengkaji antara linguistik dengan informatika terutama dengan komputer disebut dengan komputasi linguistik. Sedangkan disiplin ilmu hibridis linguistik yang terakhir adalah etnolinguistika, yaitu cabang ilmu linguistika yang mengkaji bahasa yang berhubungan dengan etnis dan suku tertentu.  Jadi dapat dikatakan bahwa linguistika adalah cabang ilmu yang bersifat sosial, yakni linguistika berhubungan atau membutuhkan ilmu-ilmu lain didalam suatu kajiannnya.
F.       Dikotomi linguistik
Linguistik sebagai ilmu bahasa memiliki banyak sekali karakteristik yang membedakannya dengan ilmu lain. Beberapa karakteristik tersebut dijelaskan dalam istilah-istilah yang diantaranya adalah linguistik teoritis dan linguistik terapan. Linguistik teoritis atau linguistik murni adalah ilmu bahasa yang mengkaji dengan tujuan menemukan kaidah bahasa yang otonom, sedangkan linguistik terapan adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti penerapan teori dari teoritis untuk bidang tertentu, misal pembelajaran bahasa; penerjemahan; pragmatig klinis; leksikografi; leksikologi; dll. Selanjutnya adalah linguistik sinkronis dan diakronis. Perbedaan dari keduanya adalah terletak pada kurun waktunya. Linguistik sinkronis mengkaji bahasa dalam kurun waktu yang sama, sedangkan linguistik diakronis mengkaji bahasa dari dua atau lebih dalam kurun waktu yang berbeda. Kemudian dalam prinsip dasar studi linguistik dikenal istilah preskriptif dan deskriptif. Pengertian dari preskriptif adalah ilmu yang mengkaji bahasa dari sudut pandang teori tertentu dan bahasa yang dikaji itu sesuai dengan teori yang dipakai oleh peneliti,  sedangkan pengertian dari deskriptif sendiri adalah ilmu yang mengkaji bahasa berdasarkan data bahasa secara natural atau apa adanya tanpa mendasarkan teori tertentu. Selanjutnya dikenal juga istilah linguistik struktural dan pragmatikal. Linguistik struktural adalah ilmu yang mengkaji bahasa tanpa menghubungkan bahasa itu dengan penggunaannya, sedangkan linguistik pragmatikal adalah ilmu yang mengkaji tentang kaidah penggunaan bahasa. Bentuk dari linguistik adalah mengarah kepada elemen yang disebut elemen segmental, sedangkan isi dari linguistik mengacu pada konsep yang melekat pada bentuk bahasa tersebut. Selain beberapa istilah diatas tadi sebenarnya masih banyak lagi istilah-istilah lain dalam linguistik yang diantaranya adalah historis komparatif dan tipologis, linguistik makro dan mikro, sintakmatik dan paradigmatik, kompetensi dan perfomansi, kotekstual dan kontekstual, dan struktur luar dan dalam. Jadi secara garis besar linguistik memiliki banyak istilah yang menjadi karateristiknya sebagai ilmu bahasa.
G.     Aneka subdisiplin linguistik
1.      Fonologi
fonologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang bunyi. fonologi mencakup bunyi-bunyi bahasa secara umum yang kajiannya mencakup fonetik dan fonemik. Fonetik adalah bidang kajian linguistik yang meneliti bunyi bahasa berdasarkan cara pelafalannya. Menurut proses terjadinya bunyi bahasa, maka fonetik terbagi atas tiga bagian, yakni fonetik artikulatoris (mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi itu diklasifikasikan), fonetik akustik (mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam, yang berupa gelombang bunyi), dan fonetik auditoris (mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita). Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Dasar-dasar fonemik mencakup atas fonem (bahasa yang dapat membedakan makna kata atau bunyi bahasa yang fungsional), yakni tentang identifikasi fonem, klasifikasi fonem, dan khasanah fonem. Berkenaan dengan adanya fonem sebagai bunyi bahasa yang fungsional, maka ada suatu bunyi bahasa nonfungsional yang disebut fona. Jadi fonologi sebagai suatu disiplin linguistik, memiliki dua cakupan yakni mencakup bunyi-bunyi bahasa secara umum, yang mencakup kajian fonetik dan fonemik dan bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna.

2.      Morfologi
Morfologi adalah ilmu yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (verhaar, 1966 : 97).  Beberapa dasar-dasar dari morfologi diantaranya adalah morf, yaitu unsur terkecil dari morfem yang secara struktur fonologik berbeda akan tetapi merupakan realisasi dari morfem yang sama. Contoh : mem- /men-/ me-/ meny-/ meng-/ber-/ be-/ bel-. Selanjutnya adalah alomorf, yaitu anggota dari himpunan morf yang mewakili morfem khusus yang ditentukan secara fonetis, leksikal, atau gramatikal. Contoh : me (N), ber/. Dasar yang selanjutnya adalah morfem. Pengertian dari morfem adalah unit analisis gramatikal yang terkecil (John Lyons, 1995 : 177). Morfem juga dapat diartikan sebagai Semua bentuk baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi lagi  ke dalam bentuk terkecil yang memiliki arti (Bloch and Trager). Morfem dapat dibagi menjadi dua yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan memiliki makna yang sudah jelas meskipun tidak dikaitkan dengan morfem yang lain. Contoh : tulis, makan, minum dan main. Morfem ini sudah dapat dimengerti maknanya meskipun tidak dikaitkan dengan morfem lainnya. Akan tetapi tidak semua kata dasar masuk kedalam morfem bebas, seperti gaul, henti, baur, baca, tulis, bugar, dan renta. Morfem tersebut masuk ke morfem terikat karena bentuk-bentuk tersebut meskipun bukan afiks (pengimbuhan) tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi. Sedangkan morfem terikat adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri melainkan selalu terikat pada satuan lain, sehingga maknanya belum jelas. Semua afiks dalam bahasa indonesia termasuk ke dalam morfem terikat. Contoh : ber-, me-, se-, per-, di-, ke-, pe-, ter- (prefiks) dan -i, -kan, -an, -nya (sufiks). Berkaitan dengan adanya morfem bebas dan morfem terikat, maka muncullah yang namanya proses morfemis, yang meliputi afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Afiksasi adalah proses pembentukkan kata dengan cara menambahkan afiks/imbuhan. Proses ini diklasifikasikan menjadi 4 yaitu : prefik (awalan), sufiks (akhiran), konfiks (awalan dan akhiran), dan infiks (sisipan). Reduplikasi adalah pembentukkan kata dengan pengulangan bentuk dasarnya, hasilnya disebut kata ulang. Ada 5 macam kata ulang, yaitu : Kata ulang utuh , contoh: jalan-jalan, alasan-alasan, Kata ulang sebagian, contoh: menari-nari, Kata ulang berimbuhan, contoh: berlari-larian, rumah-rumahan, Kata ulang semu, contoh: huru-hara, compang-camping, hati-hati, cumi-cumi, dan Kata ulang berubah bunyi, contoh: sayur-mayur. Sedangkan komposisi adalah pembentukan kata dengan cara menggabungkan dua morfem menjadi satu sehingga menimbulkan arti baru. Jadi dengan kata lain morfologi adalah cabang dari ilmu linguistik yang mempelajari tentang seluk beluk bentuk dari suatu bahasa.
3.      Morfofonologi
Morfofonologi atau morfofonemik adalah cabang dari linguistik yang menelaah tentang perubahan fonem akibat pertemuan atau hubungan morfem yang satu dengan yang lainnya. Perubahan tersebut diwujudkan melaui 5 proses. Proses yang pertama adalah pemunculan fonem, contoh : me- + baca => membaca. Dimana dalam penambahan me ke dalam baca memunculkan fonem m. Yang kedua adalah pelepasan fonem. Contoh : sejarah + -wan => sejarawan, dimana fonem h dalam morfem sejarah  menjadi lepas atau hilang. Proses selanjutnya adalah peluluhan fonem, contoh : me- + sikat => menyikat. Fonem yang dapat luluh adalah k, p, t, s, dan dapat disenyawakan dengan bunyi nasal seperti me-, men-, mem-, meny-, meng-, dan menge- dari prefik tersebut. Proses yang keempat adalah perubahan fonem. Contoh: ber- + ajar => belajar, dimana fonem r berubah menjadi l. Dan proses yang terakhir adalah pergeseran fonem. Contoh : ja.wab + -an => ja.wa.ban , dimana fonem b pada kata jawab bergeser ke –an.  Dalam hal ini fonologi dan morfologi memiliki hubungan yang sangat erat. Hubungan yang erat itu diperlihatkan ketika fonologi dapat membantu memecahakan persoalan morfologi. Jadi persoalan morfofonemik merupakan peristiwa morfologis yang tidak dapat dipecahkan tanpa bantuan dari fonologi.
4.      Sintaksis:
Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan (Verhaar, 1966: 161). Sintaksis juga dapat diartikan sebagai cabang dari ilmu linguistik yang menalaah tentang hubungan kata dalam kalimat.  Sintaksis dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
a.      Sintaksis Frasa
Sintaksis frasa adalah gabungan kata nonpredikatif yang menduduki satu jabatan fungsi dalam kalimat. Hubungan kata yang satu dan yang lain dalam frase cukup longgar sehingga dapat diselipi kata. Frase sebagai gabungan kata tidak dapat diperlakukan seperti kata, jika hendak memindah satu fungsi frase tersebut, maka dipindah kesemua kata yang ada dalam frase tersebut . Frase terdiri lebih dari satu kata, maka pembentuk frase harus berupa morfem bebas, bukan morfem terikat.  Beberapa jenis dari frasa antara lain adalah frasa Eksosentrik, yaitu frasa yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frasa ini dibagi menjadi dua bentuk, yakni eksosentris direktif dan eksosentris nondirektif. Selanjutnya adalah frasa endosentrik, yaitu frasa yang salah satu unsurnya mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frasa ini dibagi lagi menjadi empat bagian yaitu frasa nominal (Inti frase berupa kata benda  dan kata ganti. Contoh: buku tulis, guru muda), frasa verbal (Inti frase berupa kata kerja. Contoh: sedang makan), frasa adjektival (Inti frase berupa kata sifat. Contoh: tampan sekali), dan frasa numeral (Inti frase berupa kata bilangan. Contoh: lima belas, dua belas, dll). Yang ketiga adalah frasa koordinatif atau frasa yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frasa ini dibagi menjadi dua, yakni konjungsi eksplisit dan konjungsi implisit.  Dan frasa yang terakhir adalah frasa apositif, yaitu frasa koordinatif yang ke dua kekomponennya saling merujuk sesamanya dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan. Contoh: Bu Diah, dosen IAD, baik sekali. Selain dari beberapa pengertian diatas, sintaksis frasa juga dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
b.      Sintaksis Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat. Dalam bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam klausa. Masing-masing ahli bahasa memiliki perbedaan dalam membuat klasifikasi tentang klausa, tergantung pada sudut pandangnya. berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan P, klausa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu klausa lengkap dan tak lengkap. Klausa lengkap adalah klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi klausa versi (klausa yang S-nya mendahului P. Contoh : Kondisinya masih kritis) dan klausa inversi (klausa yang P-nya mendahului S. Contoh: masih kritis kondisinya). Sedangkan klausa tak lengkap adalah klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan. Berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P klausa dapat diklasifikasikan menjadi klausa positif dan klausa negatif. Klausa positif adalah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan P. Contoh : mereka pergi bermain. Sedangkan klausa negatif adalah Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P. Contoh : mereka tidak pergi bermain. Selanjutnya Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi klausa nomina (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori kata benda), klausa verba (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori kata kerja ), adjektiva (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori kata sifat), numeralia (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori angka), dan preposisional (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori kata depan). Kemudian berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang kehadirannya tidak dipengaruhi oleh klausa bawahan sehingga mampu berdiri sendiri, contoh: Anak itu badannya panas, tetapi kakinya sangat dingin. Klausa terikat adalah klausa yang tidak bisa berdiri sendiri dan diawali dengan konjungsi atau preposisi, contoh: Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum. Dan yang terakhir adalah klasifikasi klausa berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas klausa atasan dan klausa bawahan. Klausa atasan adalah klausa yang tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa yang lain. Contoh : Ketika ayah tiba, kami sedang memasak. Sedangkan klausa bawahan adalah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang lain. Contoh : Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.
5.      Semantik
Semantik adalah cabang dari ilmu bahasa yang membahas arti atau makna (verhaar, 1966 : 13). Semantik dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal. Semantik leksikal menyelidiki makna yang ada leksem dalam kata, contoh: rumah maknanya adalah bangunan untuk tempat tinggal manusia. Sedangkan semantik gramatikal adalah makna baru yang muncul akibat terjadinya proses gramatikal, contoh: berumah memiliki makna mempunyai rumah.  Berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial. Referensial adalah kata-kata yang memiliki referen, sedangkan non-referensial adalah kata-kata yang tidak memiliki referen.  Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif. Denotatif adalah kata yang memiliki makna yang sebenarnya, sedangkan konotatif adalah kata yang memiliki makna rasa, baik positif maupun negatif. Lalu berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik, kias dan sebagainya. Selanjutnya relasi makna juga bermacam-macam wujudnya, seperti sinonimi (kata yang memiliki persamaan dua makna atau lebih, contoh: bisa dengan dapat), antonimi (kata yang memiliki makna berlawanan konsep, contoh: baik dengan buruk), homonimi (dua kata atau lebih yang memiliki bentuk sama tetapi berbeda makna, contoh: bisa dalam arti dapat dengan bisa dalam arti racun), homofoni (kata yang memiliki kesamaan bunyi tetapi berbeda makna, contoh: bank dengan bang), homografi (kata yang memiliki ejaan sama tetapi ucapan dan maknanya berbeda, contoh: apel dalam arti buah dan apel dalam arti rapat/pertemuan), hiponimi dan hipernimi (gabungan dua kata yang umum dan khusus, contoh: hijau merupakan hiponimi dari warna dan ikan yang berhipernimi dengan tongkol, lele, gabus dll), dan polisemi (suatu kata yang memiliki lebih dari satu arti, serta memiliki konsep yang sama, contoh: kepala bagian tubuh dengan kepala sebagai kedudukan tertinggi). Kemudian di dalam cakupannya, ada bidang yang khas dalam semantik yang dikenal sebagai deiksis. Deiksis adalah sifat semantik sedemikian rupa sehingga dimensi referensial kata tertentu tergantung dari identitas penutur, misal siapa yang diacu oleh pronomina seperti aku dan kamu tergantung dari siapa yang menjadi penutur. Jadi makna dalam bahasa itu bermacam-macam wujudnya dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena bahasa digunakan dalam berbagai kegiatan dan keperluan manusia dalam melakukan interaksi sosial. Sehingga melahirkan berbagai konsep tentang jenis-jenis makna.
6.      Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar dan sebagaimana pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal ekstralingual yang dibicarakan (verhaar, 1966 : 14). Pragmantik dan semantik keduanya membicarakan makna, akan tetapi yang membedakan adalah terletak pada penggunaan makna dalam situasi maupun kondisinya. Beberapa dasar dari pragmatik antara lain adalah teks, konteks, koteks, deiksis (gejala semantik yang terdapat pada kata yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan konteks pembicaraan), tindak tutur, implikatur percakapan, prinsip kerjasama, kesantunan, postulat, analisis wacana, dan praanggapan. Yang dimaksud teks adalah bahasa yang memiliki fungsi, maksudnya yaitu bahasa yang sedang melakukan tugas tertentu dalam konteks, sedangkan konteks sendiri memiliki arti sebagai sesuatu yang menyertai teks. Sehubungan dengan adanya istilah kata teks dalam konteks, maka lahirlah dasar baru yang disebut dengan istilah koteks, yaitu teks yang bersifat sejajar dan memiliki hubungan antara teks yang satu dengan teks yang lain. Selanjutnya deiksis atau gejala semantik yang terdapat pada kata yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan konteks pembicaraan. Berikut setelah deiksis adalah tindak tutur, yang merupakan pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara dipahami oleh pendengar. Tindak tutur diklasifikasikan menjadi tiga macam yakni lokusi (pengucapan kata yang sesuai dengan maknanya, contoh: saya mungkin terlambat), ilokusi (tindak melakukan sesuatu, contoh: ruangan ini pengap, saya sangat haus,dll), dan perlokusi (efek dari tindak tutur terhadap mitra tutur, contoh: dengan ini saya menghina anda bahwa anda memang bodoh). Akan tetapi untuk tindak ilokusi masih diklasifikasikan lagi kedalam lima bentuk yakni deklarasi (mengubah dunia melalui tuturan), representatif (tindak tutur yang menyatakan keyakinan penutur), ekspresif (menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur), direktif (memiliki tujuan agar penutur melakukan sesuatu tetapi dengan tidak secara langsung), dan komisif (mengikat penutur dengan tindakan dimasa yang akan datang), jadi tindak tutur ada yang secara langsung dan ada yang tidak secara langsung. Dasar yang selanjutnya setelah tindak tutur adalah implikatur percakapan, yaitu merupakan penyimpangan dari muatan semantik suatu kalimat. Istilah implikatur ini dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan , disarankan , yang dimaksud oleh penutur berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur tersebut atau dapat dikatakan sebagai makna yang tersurat. Pemahaman terhadap implikatur ini tidak lepas dari azas kerja sama yang dikemukakan oleh Grice. Selanjutnya yang digunakan sebagai patokan mengenai tata bahasa dalam pragmatik adalah postulat. Kemudian dasar selanjutnya adalah analisis wacana. Dalam analisis wacana terdapat tiga pendekatan yakni pendekatan formal, sosiologis empiris, dan kritis. Dan dasar pragmatik yang terakhir adalah praanggapan, yaitu apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan. Jadi dengan kata lain pragmatik juga dapat dikatakan sebagai kaidah dalam penggunaan bahasa.

KESIMPULAN
Manusia memiliki bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Ilmu yang digunakan untuk mempelajari bahasa tersebut dikenal dengan linguistik. Istilah ini sering di sebut linguistik umum, artinya ilmu tersebut tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja (seperti bahasa inggris atau indonesia saja) tetapi linguistik menyangkut bahasa pada umumnya. Beberapa kajian dalam linguistik diantaranya adalah proses dasar-dasar dari fonetik, fonemik, morfemik, morfofonemik, sintaktik, semantik, dan pragmatik sebagai subdisiplin ilmu linguistik yang menangani tentang obyek materia elemen suatu bahasa tertentu. Linguistik menelaah bahasa yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat pada umumnya. Jadi mempelajari linguistik sangat penting bagi kehidupan, sebab seseorang akan mengerti tentang bagaimana penggunaan bahasa yang baik dan benar.

1 komentar: