LINGUISTIKA
UMUM
Dewi
Alifasari
Abstrak
Apakah
cabang ilmu yang digunakan untuk mempelajari suatu bahasa? cabang ilmu yang
digunakan untuk mempelajari tentang bahasa adalah linguistik. Linguistik
biasanya dikenal dengan linguistik umum. Kemudian apa saja yang dapat kita pelajari
dari linguistik? Dengan berpangkal dari beberapa referensi buku yang terkait
tentang bahasa, maka dalam makalah ini hendak merentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan linguistik sebagai ilmu bahasa, yang diantaranya meliputi
definisi linguistik, sejarah linguistik, perkembangan linguistik di indonesia,
prinsip dasar studi linguistik, hubungan linguistik dengan ilmu lain, dikotomi
linguistik, serta aneka subdisiplin dalam linguistik.
PENDAHULUAN
Banyaknya
permasalahan yang hadir dalam mendalami suatu bahasa dan hakikatnya, maka
pendalaman dalam mempelajari bahasa di dunia kebahasaan sangat diperlukan.
Seperti yang kita ketahui, masih banyak sekali orang yang belum paham akan
pengertian maupun penggunaan suatu bahasa secara baik dan benar. Padahal bahasa begitu dekat dengan kehidupan
kita, bahkan kita tidak mungkin lepas dari yang namanya bahasa. Akan tetapi
pada kenyataannya mereka tidak sebegitu mengerti dengan bahasa mereka sendiri
yang biasanya digunakan dalam kehidupan sehari-harinya. Nah suatu cabang ilmu
yang mempelajari tentang bahasa itu disebut Linguistik. Linguistik juga dapat
diartikan sebagai pengajian bahasa secara ilmiah (John Lyons, 1995 : 1). Linguistik berasal dari bahasa latin, yaitu lingua yang berarti bahasa (Verhaar, 1966
: 1). Dalam bahasa roman, masih ada kata yang serupa dengan lingua yaitu langue dan langage
(Prancis). Sejarah tentang adanya linguistik sudah dimulai sejak zaman kuno, yakni
6 SM-4 SM dengan tokoh pertamanya adalah Pasokrates. Akan tetapi pada zaman ini
masih awal terbentuknya suatu embrio dan belum bisa dikatakan lahir. Lantas
bagaimanakah perkembangan linguistik selanjutnya? Dan bagaimanakah pula
linguistik dapat disebut sebagai ilmu bahasa? Dalam makalah yang berjudul
“Linguistik Umum” ini akan dibahas secara terperinci mengenai segala sesuatu
yang berhubungan dengan linguistik sebagai cabang dari ilmu bahasa. Mulai dari pembahasan
mengenai sejarah lahirnya linguistik dan
hakikat linguistik sebagai studi ilmiah, prinsip dasar studi linguistik, sampai
dasar-dasar dari fonetik, fonemik, morfemik, morfofonemik, sintaktik, semantik,
dan pragmatik sebagai subdisiplin ilmu linguistik yang menangani tentang obyek
materia elemen suatu bahasa tertentu. Sehingga, dengan membaca makalah ini pembaca akan mengetahui secara mendetail
tentang hakikat linguistik.
PEMBAHASAN
A. Terminologi
kunci dalam studi linguistik (Definisi Linguistik)
Linguistik adalah ilmu bahasa (verhaar, 1966 : 1). Definisi ini hampir tidak memberi gambaran
cukup kepada pembaca, serta tidak memberi suatu indikasi yang positif mengenai
asas-asas dasar bidang studi ini. Definisi tersebut mungkin dapat diperjelas
sedikit dengan menguraikan lebih rinci yang terkandung dalam batasan “Bahasa”
itu sendiri. Bahasa dapat diartikan sebagai suatu lambang bunyi yang arbitrer
(manasuka). Ferdinand De Saussure mengartikan bahasa kedalam tiga bentuk, yaitu
tuturan, aturan, dan semestaan. Namun
secara garis besar pengertian dari bahasa adalah suatu perantara yang digunakan
oleh sekelompok anggota sosial untuk saling berkomunikasi antara individu yang
satu dengan individu yang lain. Jadi dapat dikatakan bahwa linguistik adalah
suatu cabang ilmu yang mengkaji tentang sistem lambang bunyi arbitrer, yang
digunakan oleh sekelompok anggota sosial untuk berkomunikasi. Linguistik sering
disebut sebagai linguistik umum. Mengapa demikian? Sebab linguistik bersifat
menyeluruh. Linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja, akan
tetapi menyelidiki seluruh bahasa yang digunakan manusia dalam kehidupan
sehari-hari pada umumnya.
B. Sejarah
linguistik
Secara garis besar
sejarah perkembangan bahasa terjadi melalui 3 tahapan zaman yaitu, zaman
kuno/klasik, zaman modern, dan zaman pos modern. Linguistik sudah ada sejak
zaman kuno yaitu sekitar akhir abad ke-4 SM. Akan tetapi ini bukan awal
kelahiran dari linguistik, disini linguistik hanya masih di ibaratkan sebagai
embrio saja. Selanjutnya memasuki zaman
Yunani atau yang sering disebut dengan tata bahasa tradisional. Tokoh-tokoh
yang berperan di zaman ini antara lain adalah Sokrates, Plato, dan Aristoteles.
Pada zaman ini mulai disusun suatu gramatika (tata bahasa) yang didasarkan pada logika, namun pembagian
katanya sudah lebih lengkap. Disinilah awal lahirnya linguistik dalam dunia
kebahasaan. Plato dengan tegas membedakan kata benda (nomina) dengan kata kerja
(verba). Menurut plato nomina adalah
kata yang dapat berfungsi dalam kalimat sebagai subjek sesuatu dalam predikat,
sedangkan verba adalah kata yang dapat menyatakan perbuatan atau kualitas yang
disebut dalam predikat (John L, 1995 : 11).
Kemudian pada abad pertengahan dibuat pembagian kata-kata menjadi
nomina, verba, dan ajektiva. Aristoteles mengikuti pembedaan antara nomina dan
verba seperti Plato, tetapi menambahkan satu kelas lain yang berbeda yaitu kata
sambung atau konjungsi. Menurut Aristoteles maksud dari istilah ini adalah
semua kata yang tidak termasuk ke dalam kelas nomina dan verba. Satu langkah
yang lebih maju yang dibuat Aristoteles adalah pengenalan akan kategori kala
dalam kata kerja Yunani. Dia memperhatikan bahwa variasi sistematis tertentu
pada bentuk-bentuk kata kerja dapat dihubungkan dengan pengertian waktu seperti
kini atau lampau. Namun ajarannya dalam hal ini masih kurang jelas. Kemudian
para iskandaria meneruskan karya para ahli tata bahasa kelompok Stoa. Yaitu
kelompok di zaman Yunani yang paling memperhatikan bahasa. Iskandarialah yang
sekarang kita sebut sebagai tata bahasa tradisional. Memasuki zaman Renaisanse
minat terhadap bahasa-bahasa daerah berkembang luas sekali, dan buku-buku tata
bahasa ditulis dalam jumlah besar. Selanjutnya di abad ke-19 memasuki akhir
abad ke-20, ada seorang tokoh yang kemudian dikenal sebagai bapak Linguistika
modern, yaitu “Ferdinand De Sawssure” yang memiliki
pemikiran-pemikiran luar biasa tentang ilmu bahasa. Ia mengembangkan satu study
bahasa yang tidak diakronis lagi, tetapi secara sinkronis, yang kemudian
dikenal dengan nama linguistik struktural. Pada abad ini, peradaban mulai
berkembang, tidak hanya 1 tempat, tetapi di berbagai tempat, dengan penekanan
yang berbeda-beda. Pembedaan ini dinamai berdasarkan nama tempatnya. Kemudian
pada tahun 60’an mulai berkembang satu model pemikiran dekonstruksi yang inti
pemikirannya dengan cara menentang pemikiran lama dan membuat pemikiran baru.
Dan selanjutnya di masa-masa yang berikutnya, linguistika dikembangkan lagi
oleh para ahli bahasa yang lain menjadi tata bahasa yang lebih baik lagi hingga
saat ini.
C. Perkembangan
linguistik di Indonesia
Perkembangan linguistik di
Indonesia terjadi melalui empat periode, yang pertama dimulai dari periode
dominasi tradisional yaitu sebelum tahun 1965’an. Pada periode ini perkembangan
linguistik di indonesia terdominasi oleh tata bahasa tradisional, yaitu sebuah
tata bahasa yang diwarnai oleh campuran logika, seperti S=P yang dapat
diartikan sebagai subyek mengakui predikat. Beberapa bukti terkait dengan
pernyataan tersebut adalah banyaknya karya-karya seperti buku pada periode ini
yang penjelasan konsepnya banyak didasarkan pada makna pengidentifikasian
donimasi tradisional. Selanjutnya memasuki tahun 1965’an-1985’an atau yang
disebut dengan periode dominasi struktural. Pada tahun 1970’an telah
diterbitkan buku bahasa indonesia yang membuktikan bahwa aliran stuktural mulai
dikenal teristimewa dalam bidang pengajaran bahasa indonesia. Dominasi ini
semakin kokoh ketika pemerintah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melakukan
perubahan dari kurikulum 1968 menjadi kurikulum 1975. Beberapa bukti lain
perkembangan teori ini adalah diterbitkannya buku ilmu bahasa indonesia (1967-1970, M. Ramlan), buku analisa bahasa (1978, Samsuri), serta buku predikat obyek dalam
bahasa indonesia (1979, Sudaryanto). Kemudian lanjut ke periode dominasi
transformasional ditengah variasi, yaitu pada tahun 1985-1990’an. Pada periode
ini, perkembangan linguistik di indonesia mulai muncul berbagai macam variasi
teori. Variasi-variasi tersebut tampak pada penerbitan karya-karya terjemahan
dari beberapa buku yang diantaranya adalah ilmu
bahasa : pengantar dasar (1982, Unlenbeck), ilmu bahasa : pengantar (1987, Andremarinet), ilmu bahasa lapangan (1988, William J. Samarin), pengantar linguistik umum (1988,
Ferdinand De Saussure), dan lain sebagainya. Kevariasian teori dalam periode
ini semakin kuat dengan adanya pemasukan bab wacana dalam Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Kevariasian juga mendominasi periode ini dengan perkembangan
ilmu-ilmu hibridis di bidang bahasa. Dan periode yang terakhir adalah periode
warna-warni teori yang ada pada awal tahun 2000’an. Warna-warni teori dalam
periode ini adalah didasarkan pada teori-teori yang sebelumnya, yaitu teori
yang ikut mewarnai peristiwa linguistik bahasa indonesia seperti teori
tradisional, struktural, dan transformasi. Dan dimasa yang akan datang , untuk
perkembangan linguistik yang selanjutnya diharapkan akan muncul lagi teori yang
baru terkait dengan linguistik. Jadi berdasarkan uraian tersebut dapat
dikatakan bahwa perkembangan linguistik di indonesia didominasi oleh empat
periode yang masing-masing periode didasarkan pada bukti hasil karya-karya yang
diterbitkan.
D. Prinsip
dasar studi linguistik
Linguistik adalah
studi yang didasarkan pada sebuah realita, dimana obyek yang dikaji meliputi
obyek materia dan obyek forma. Prinsip dasar studi linguistik mengobyekkan
obyek materia sebagai bahasa lisan. Obyek materia itu sendiri meliputi beberapa
prinsip-prinsip penelitian, yang diantaranya adalah natural. Yang dimaksud
natural disini adalah bukan hasil rekayasa dalam berbagai kepentingan atau
dapat dikatakan linguistik mendatakan hasil penelitian berdasarkan fakta. Yang
kedua yaitu deskripsi, maksudnya data harus diberikan sebagaimana adanya.
Deskripsi yang baik adalah deskripsi data yang diberikan oleh peneliti mampu
membuat pembaca percaya dengan apa yang ia diskripsikan. Selain itu, diluar natural dan deskripsi ada
studi linguistik yang bersifat preskriptif. Dalam prinsip ini, penelitian
didasarkan atas kaidah /teori yang dibawa oleh peneliti, sehingga penelitian
tersebut dikaji atas dasar teori pikiran yang ada pada peneliti. Akan tetapi,
Linguistik adalah ilmu pengetahuan deskriptif, bukan preskriptif. Tugas utama
dari seorang linguis adalah menggambarkan (describe) bagaimana sebenarnya
orang-orang memakai bahasa mereka untuk berbicara maupun menulis tidak
menetapkan (prescribe) bagaimana seharusnya mereka berbicara dan menulis (john
L. 1995:43). Jadi dapat dikatakan bahwa linguistik adalah ilmu yang empiris,
yaitu ilmu yang berdasarkan pada fakta dan data yang dapat diuji oleh ahli
tertentu dan juga oleh semua ahli lainnya.
E. Hubungan
linguistik dengan ilmu lain
Bahasa yang dikaji oleh linguistik akan menjadi ciri
khusus manusia sebagai makhluk homozimbolikum, yaitu seperti yang dikatakan
oleh Ernest K bahwa determinan manusia dengan makhluk yang lain itu adalah
simbol. Terdapat beberapa ilmu lain yang berhubungan dengan linguistika. Beberapa
disiplin ilmu hibridis yang berhubungan dengan linguistika yang
pertama yaitu sosiologi. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang
sosialisasi manusia dengan masyarakat. Adanya ilmu sosiologi didalam
linguistika, ini melahirkan studi bahasa baru yang disebut dengan
sosiolinguistika. Sosiolinguistika merupakan cabang linguistik yang mengkaji
hubungan antara bahasa dan masyarakat penuturnya. Ilmu ini merupakan kajian
kontekstual terhadap variasi penggunaan bahasa masyarakat dalam sebuah komunikasi
yang alami. Didiplin ilmu hibridis yang kedua adalah antropologi. Adanya
hubungan antara ilmu antropologi dengan linguistika dalam bahasa, mampu
berkembang menjadi studi ilmu baru yakni Antropolinguistika, yaitu cabang ilmu
linguistik yang mengkaji bahasa dari perspektif kebudayaan manusia. Ilmu hibridis yang berhubungan dengan
linguistik yang selanjutnya adalah psikologi. Di dalam linguistika, psikologi
dikenal dengan istilah psikolinguitika, yakni sebuah cabang ilmu linguistik
yang mengkaji variasi bahasa yang berhubungan dengan mental seseorang. Adanya
psikolinguistik ini mampu melahirkan sebuah komperhensi bahasa, aposisi bahasa,
produksi bahasa serta koherensi bahasa, yang dapat dikaji di dalam
psikolinguistika. Selanjutnya cabang ilmu linguistika setelah psikoliguistika
lahir studi bahasa yang disebut dengan neurolinguistika, yaitu salah satu
cabang kajian interdisipliner dalam ilmu linguistik dan ilmu kedokteran yang
mengkaji hubungan antara otak manusia dengan bahasa. Kemudian linguistik juga berhubungan
dengan ilmu dalam bidang informatika. Cabang ilmu yang mengkaji antara
linguistik dengan informatika terutama dengan komputer disebut dengan komputasi
linguistik. Sedangkan disiplin ilmu hibridis linguistik yang terakhir adalah
etnolinguistika, yaitu cabang ilmu linguistika yang mengkaji bahasa yang
berhubungan dengan etnis dan suku tertentu.
Jadi dapat dikatakan bahwa linguistika adalah cabang ilmu yang bersifat
sosial, yakni linguistika berhubungan atau membutuhkan ilmu-ilmu lain didalam
suatu kajiannnya.
F. Dikotomi
linguistik
Linguistik sebagai ilmu bahasa memiliki banyak sekali
karakteristik yang membedakannya dengan ilmu lain. Beberapa karakteristik
tersebut dijelaskan dalam istilah-istilah yang diantaranya adalah linguistik
teoritis dan linguistik terapan. Linguistik teoritis atau linguistik murni
adalah ilmu bahasa yang mengkaji dengan tujuan menemukan kaidah bahasa yang
otonom, sedangkan linguistik terapan adalah cabang ilmu linguistik yang
meneliti penerapan teori dari teoritis untuk bidang tertentu, misal
pembelajaran bahasa; penerjemahan; pragmatig klinis; leksikografi; leksikologi;
dll. Selanjutnya adalah linguistik sinkronis dan diakronis. Perbedaan dari
keduanya adalah terletak pada kurun waktunya. Linguistik sinkronis mengkaji
bahasa dalam kurun waktu yang sama, sedangkan linguistik diakronis mengkaji
bahasa dari dua atau lebih dalam kurun waktu yang berbeda. Kemudian dalam
prinsip dasar studi linguistik dikenal istilah preskriptif dan deskriptif.
Pengertian dari preskriptif adalah ilmu yang mengkaji bahasa dari sudut pandang
teori tertentu dan bahasa yang dikaji itu sesuai dengan teori yang dipakai oleh
peneliti, sedangkan pengertian dari
deskriptif sendiri adalah ilmu yang mengkaji bahasa berdasarkan data bahasa
secara natural atau apa adanya tanpa mendasarkan teori tertentu. Selanjutnya
dikenal juga istilah linguistik struktural dan pragmatikal. Linguistik
struktural adalah ilmu yang mengkaji bahasa tanpa menghubungkan bahasa itu
dengan penggunaannya, sedangkan linguistik pragmatikal adalah ilmu yang
mengkaji tentang kaidah penggunaan bahasa. Bentuk dari linguistik adalah
mengarah kepada elemen yang disebut elemen segmental, sedangkan isi dari
linguistik mengacu pada konsep yang melekat pada bentuk bahasa tersebut. Selain
beberapa istilah diatas tadi sebenarnya masih banyak lagi istilah-istilah lain
dalam linguistik yang diantaranya adalah historis komparatif dan tipologis,
linguistik makro dan mikro, sintakmatik dan paradigmatik, kompetensi dan
perfomansi, kotekstual dan kontekstual, dan struktur luar dan dalam. Jadi
secara garis besar linguistik memiliki banyak istilah yang menjadi
karateristiknya sebagai ilmu bahasa.
G. Aneka
subdisiplin linguistik
1. Fonologi
fonologi
merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang bunyi. fonologi
mencakup bunyi-bunyi bahasa secara umum yang kajiannya mencakup fonetik dan
fonemik. Fonetik adalah bidang kajian linguistik yang meneliti bunyi bahasa
berdasarkan cara pelafalannya. Menurut proses terjadinya bunyi bahasa, maka
fonetik terbagi atas tiga bagian, yakni fonetik artikulatoris (mempelajari
bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi
bahasa, serta bagaimana bunyi itu diklasifikasikan), fonetik akustik
(mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam, yang
berupa gelombang bunyi), dan fonetik auditoris (mempelajari bagaimana mekanisme
penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita). Sedangkan fonemik adalah cabang
studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi
tersebut sebagai pembeda makna. Dasar-dasar fonemik mencakup atas fonem (bahasa
yang dapat membedakan makna kata atau bunyi bahasa yang fungsional), yakni
tentang identifikasi fonem, klasifikasi fonem, dan khasanah fonem. Berkenaan
dengan adanya fonem sebagai bunyi bahasa yang fungsional, maka ada suatu bunyi
bahasa nonfungsional yang disebut fona. Jadi fonologi sebagai suatu disiplin
linguistik, memiliki dua cakupan yakni mencakup bunyi-bunyi bahasa secara umum,
yang mencakup kajian fonetik dan fonemik dan bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi
sebagai pembeda makna.
2. Morfologi
Morfologi
adalah ilmu yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan
gramatikal (verhaar, 1966 : 97). Beberapa dasar-dasar
dari morfologi diantaranya adalah morf, yaitu unsur terkecil dari morfem yang secara struktur fonologik berbeda akan
tetapi merupakan realisasi dari morfem yang sama. Contoh : mem- /men-/ me-/ meny-/ meng-/ber-/ be-/ bel-. Selanjutnya adalah alomorf, yaitu anggota dari himpunan morf yang
mewakili morfem khusus yang ditentukan secara fonetis, leksikal, atau
gramatikal. Contoh : me (N), ber/. Dasar
yang selanjutnya adalah morfem. Pengertian dari morfem adalah unit analisis
gramatikal yang terkecil (John Lyons, 1995 : 177). Morfem juga dapat diartikan
sebagai Semua bentuk baik bebas maupun
terikat yang tidak dapat dibagi lagi ke
dalam bentuk terkecil yang memiliki arti (Bloch and Trager). Morfem
dapat dibagi menjadi dua yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas
adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan memiliki makna yang sudah jelas
meskipun tidak dikaitkan dengan morfem yang lain. Contoh : tulis, makan, minum dan main. Morfem ini sudah dapat dimengerti
maknanya meskipun tidak dikaitkan dengan morfem lainnya. Akan tetapi tidak semua
kata dasar masuk kedalam morfem bebas, seperti gaul, henti, baur, baca, tulis, bugar, dan renta. Morfem tersebut
masuk ke morfem terikat karena bentuk-bentuk tersebut meskipun bukan afiks
(pengimbuhan) tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu
mengalami proses morfologi. Sedangkan morfem terikat adalah satuan gramatik
yang tidak dapat berdiri sendiri melainkan selalu terikat pada satuan lain,
sehingga maknanya belum jelas. Semua afiks dalam bahasa indonesia termasuk ke
dalam morfem terikat. Contoh : ber-, me-,
se-, per-, di-, ke-, pe-, ter- (prefiks) dan -i, -kan, -an, -nya (sufiks). Berkaitan dengan adanya morfem bebas
dan morfem terikat, maka muncullah yang namanya proses morfemis, yang meliputi
afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Afiksasi adalah proses pembentukkan kata
dengan cara menambahkan afiks/imbuhan. Proses ini diklasifikasikan menjadi 4
yaitu : prefik (awalan), sufiks (akhiran), konfiks (awalan dan akhiran), dan
infiks (sisipan). Reduplikasi adalah pembentukkan kata dengan pengulangan
bentuk dasarnya, hasilnya disebut kata ulang. Ada 5 macam kata ulang, yaitu : Kata ulang utuh , contoh: jalan-jalan, alasan-alasan, Kata ulang
sebagian, contoh: menari-nari, Kata
ulang berimbuhan, contoh: berlari-larian,
rumah-rumahan, Kata ulang semu,
contoh: huru-hara, compang-camping,
hati-hati, cumi-cumi, dan Kata ulang berubah bunyi, contoh: sayur-mayur. Sedangkan komposisi adalah pembentukan
kata dengan cara menggabungkan dua morfem menjadi satu sehingga menimbulkan arti
baru. Jadi dengan kata lain morfologi adalah cabang dari ilmu linguistik yang
mempelajari tentang seluk beluk bentuk dari suatu bahasa.
3. Morfofonologi
Morfofonologi atau
morfofonemik adalah cabang dari linguistik yang menelaah tentang perubahan
fonem akibat pertemuan atau hubungan morfem yang satu dengan yang lainnya.
Perubahan tersebut diwujudkan melaui 5 proses. Proses yang pertama adalah
pemunculan fonem, contoh : me- + baca => membaca. Dimana dalam
penambahan me ke dalam baca memunculkan fonem m. Yang kedua adalah pelepasan fonem.
Contoh : sejarah + -wan => sejarawan, dimana fonem h dalam morfem sejarah menjadi lepas atau
hilang. Proses selanjutnya adalah peluluhan fonem, contoh : me- + sikat => menyikat. Fonem yang dapat luluh adalah k, p, t, s, dan dapat disenyawakan
dengan bunyi nasal seperti me-, men-,
mem-, meny-, meng-, dan menge- dari prefik tersebut. Proses yang keempat
adalah perubahan fonem. Contoh: ber-
+ ajar => belajar, dimana fonem r berubah menjadi l. Dan proses yang terakhir adalah pergeseran fonem. Contoh : ja.wab + -an => ja.wa.ban , dimana fonem b pada kata jawab bergeser ke –an.
Dalam hal ini
fonologi dan morfologi memiliki hubungan yang sangat erat. Hubungan yang
erat itu diperlihatkan ketika fonologi dapat membantu memecahakan persoalan
morfologi. Jadi persoalan morfofonemik merupakan peristiwa morfologis yang
tidak dapat dipecahkan tanpa bantuan dari fonologi.
4. Sintaksis:
Sintaksis
adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan (Verhaar,
1966: 161). Sintaksis juga dapat diartikan sebagai cabang dari ilmu linguistik
yang menalaah tentang hubungan kata dalam kalimat. Sintaksis dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Sintaksis Frasa
Sintaksis
frasa adalah gabungan kata
nonpredikatif yang menduduki satu jabatan fungsi dalam kalimat. Hubungan kata
yang satu dan yang lain dalam frase cukup longgar sehingga dapat diselipi kata.
Frase sebagai gabungan kata tidak dapat diperlakukan seperti kata, jika hendak
memindah satu fungsi frase tersebut, maka dipindah kesemua kata yang ada dalam
frase tersebut . Frase terdiri lebih dari satu kata, maka pembentuk
frase harus berupa morfem bebas, bukan morfem terikat. Beberapa jenis dari frasa antara lain
adalah frasa Eksosentrik, yaitu frasa yang komponen-komponennya tidak mempunyai
perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frasa ini dibagi menjadi
dua bentuk, yakni eksosentris direktif dan eksosentris nondirektif. Selanjutnya
adalah frasa endosentrik, yaitu frasa yang salah satu unsurnya mempunyai
perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frasa ini dibagi lagi
menjadi empat bagian yaitu frasa nominal (Inti frase berupa kata benda dan
kata ganti. Contoh: buku tulis, guru muda), frasa verbal (Inti frase berupa
kata kerja. Contoh: sedang makan), frasa adjektival (Inti frase berupa kata
sifat. Contoh: tampan sekali), dan frasa numeral (Inti frase berupa kata
bilangan. Contoh: lima belas, dua belas, dll). Yang ketiga adalah frasa
koordinatif atau frasa yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen
atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh
konjungsi koordinatif. Frasa ini dibagi menjadi dua, yakni konjungsi eksplisit
dan konjungsi implisit. Dan frasa yang
terakhir adalah frasa apositif, yaitu frasa koordinatif yang ke dua
kekomponennya saling merujuk sesamanya dan oleh karena itu urutan komponennya
dapat dipertukarkan. Contoh: Bu Diah, dosen IAD, baik sekali. Selain dari
beberapa pengertian diatas, sintaksis frasa juga dapat diberi tambahan komponen
baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
b. Sintaksis Klausa
Klausa adalah
satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah kalimat,
berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat,
dan berpotensi untuk menjadi kalimat. Dalam bahasa Indonesia
terdapat bermacam-macam klausa. Masing-masing ahli bahasa memiliki perbedaan
dalam membuat klasifikasi tentang klausa, tergantung pada sudut pandangnya. berdasarkan
struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan
P, klausa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu klausa lengkap dan tak lengkap.
Klausa lengkap adalah klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa ini diklasifikasikan
lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi klausa versi (klausa yang S-nya
mendahului P. Contoh : Kondisinya masih kritis) dan klausa inversi (klausa yang
P-nya mendahului S. Contoh: masih kritis kondisinya). Sedangkan klausa tak
lengkap adalah klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam
klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain
dihilangkan. Berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik
menegatifkan P klausa dapat diklasifikasikan menjadi klausa positif dan klausa
negatif. Klausa positif adalah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi
yang menegatifkan P. Contoh : mereka pergi bermain. Sedangkan klausa negatif
adalah Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang
menegaskan P. Contoh : mereka tidak pergi bermain. Selanjutnya Berdasarkan
kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi
klausa nomina (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori kata
benda), klausa verba (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
kata kerja ), adjektiva (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
kata sifat), numeralia (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
angka), dan preposisional (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk
kategori kata depan). Kemudian berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat
dapat dibedakan atas klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah
klausa yang kehadirannya tidak dipengaruhi oleh klausa bawahan sehingga mampu
berdiri sendiri, contoh: Anak itu badannya
panas, tetapi kakinya sangat
dingin. Klausa terikat adalah klausa yang tidak bisa berdiri sendiri dan
diawali dengan konjungsi atau preposisi, contoh: Semua murid sudah pulang
kecuali yang dihukum. Dan yang
terakhir adalah klasifikasi klausa berdasarkan tatarannya dalam kalimat,
klausa dapat dibedakan atas klausa atasan dan klausa bawahan. Klausa atasan
adalah klausa yang tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa yang lain.
Contoh : Ketika ayah tiba, kami sedang
memasak. Sedangkan klausa bawahan adalah klausa yang menduduki fungsi
sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang lain. Contoh : Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.
5. Semantik
Semantik
adalah cabang dari ilmu bahasa yang membahas arti atau makna (verhaar, 1966 :
13). Semantik dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan
jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal. Semantik
leksikal menyelidiki makna yang ada leksem dalam kata, contoh: rumah maknanya
adalah bangunan untuk tempat tinggal manusia. Sedangkan semantik gramatikal
adalah makna baru yang muncul akibat terjadinya proses gramatikal, contoh:
berumah memiliki makna mempunyai rumah.
Berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat
dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial. Referensial adalah
kata-kata yang memiliki referen, sedangkan non-referensial adalah kata-kata
yang tidak memiliki referen. Berdasarkan
ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna
denotatif dan makna konotatif. Denotatif adalah kata yang memiliki makna yang
sebenarnya, sedangkan konotatif adalah kata yang memiliki makna rasa, baik
positif maupun negatif. Lalu berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang lain
dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik,
kias dan sebagainya. Selanjutnya relasi makna juga bermacam-macam wujudnya,
seperti sinonimi (kata yang memiliki persamaan dua makna atau lebih, contoh:
bisa dengan dapat), antonimi (kata yang memiliki makna berlawanan konsep,
contoh: baik dengan buruk), homonimi (dua kata atau lebih yang memiliki bentuk
sama tetapi berbeda makna, contoh: bisa dalam arti dapat dengan bisa dalam arti
racun), homofoni (kata yang memiliki kesamaan bunyi tetapi berbeda makna,
contoh: bank dengan bang), homografi (kata yang memiliki ejaan sama tetapi
ucapan dan maknanya berbeda, contoh: apel dalam arti buah dan apel dalam arti
rapat/pertemuan), hiponimi dan hipernimi (gabungan dua kata yang umum dan
khusus, contoh: hijau merupakan hiponimi dari warna dan ikan yang berhipernimi
dengan tongkol, lele, gabus dll), dan polisemi (suatu kata yang memiliki lebih
dari satu arti, serta memiliki konsep yang sama, contoh: kepala bagian tubuh
dengan kepala sebagai kedudukan tertinggi). Kemudian di dalam cakupannya, ada
bidang yang khas dalam semantik yang dikenal sebagai deiksis. Deiksis adalah
sifat semantik sedemikian rupa sehingga dimensi referensial kata tertentu
tergantung dari identitas penutur, misal siapa yang diacu oleh pronomina
seperti aku dan kamu tergantung dari
siapa yang menjadi penutur. Jadi makna dalam bahasa itu bermacam-macam wujudnya
dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena bahasa
digunakan dalam berbagai kegiatan dan keperluan manusia dalam melakukan
interaksi sosial. Sehingga melahirkan berbagai konsep tentang jenis-jenis
makna.
6. Pragmatik
Pragmatik
merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang apa yang termasuk
struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar dan
sebagaimana pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal ekstralingual yang
dibicarakan (verhaar, 1966 : 14). Pragmantik dan semantik keduanya membicarakan
makna, akan tetapi yang membedakan adalah terletak pada penggunaan makna dalam
situasi maupun kondisinya. Beberapa dasar dari pragmatik antara lain adalah
teks, konteks, koteks, deiksis (gejala semantik yang terdapat pada kata yang
hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan konteks pembicaraan),
tindak tutur, implikatur percakapan, prinsip kerjasama, kesantunan, postulat,
analisis wacana, dan praanggapan. Yang dimaksud teks adalah bahasa yang
memiliki fungsi, maksudnya yaitu bahasa yang sedang melakukan tugas tertentu
dalam konteks, sedangkan konteks sendiri memiliki arti sebagai sesuatu yang
menyertai teks. Sehubungan dengan adanya istilah kata teks dalam konteks, maka
lahirlah dasar baru yang disebut dengan istilah koteks, yaitu teks yang
bersifat sejajar dan memiliki hubungan antara teks yang satu dengan teks yang
lain. Selanjutnya deiksis atau gejala semantik yang terdapat pada kata yang
hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan konteks pembicaraan.
Berikut setelah deiksis adalah tindak tutur, yang merupakan pengujaran kalimat
untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara dipahami oleh pendengar.
Tindak tutur diklasifikasikan menjadi tiga macam yakni lokusi (pengucapan kata
yang sesuai dengan maknanya, contoh: saya mungkin terlambat), ilokusi (tindak
melakukan sesuatu, contoh: ruangan ini pengap, saya sangat haus,dll), dan
perlokusi (efek dari tindak tutur terhadap mitra tutur, contoh: dengan ini saya
menghina anda bahwa anda memang bodoh). Akan tetapi untuk tindak ilokusi masih
diklasifikasikan lagi kedalam lima bentuk yakni deklarasi (mengubah dunia
melalui tuturan), representatif (tindak tutur yang menyatakan keyakinan
penutur), ekspresif (menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur), direktif
(memiliki tujuan agar penutur melakukan sesuatu tetapi dengan tidak secara
langsung), dan komisif (mengikat penutur dengan tindakan dimasa yang akan
datang), jadi tindak tutur ada yang secara langsung dan ada yang tidak secara
langsung. Dasar yang selanjutnya setelah tindak tutur adalah implikatur
percakapan, yaitu merupakan penyimpangan dari muatan semantik suatu kalimat.
Istilah implikatur ini dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan ,
disarankan , yang dimaksud oleh penutur berbeda dengan apa yang sebenarnya
dikatakan oleh penutur tersebut atau dapat dikatakan sebagai makna yang
tersurat. Pemahaman terhadap implikatur ini tidak lepas dari azas kerja sama
yang dikemukakan oleh Grice. Selanjutnya yang digunakan sebagai patokan
mengenai tata bahasa dalam pragmatik adalah postulat. Kemudian dasar
selanjutnya adalah analisis wacana. Dalam analisis wacana terdapat tiga
pendekatan yakni pendekatan formal, sosiologis empiris, dan kritis. Dan dasar
pragmatik yang terakhir adalah praanggapan, yaitu apa yang digunakan penutur
sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan. Jadi dengan kata lain
pragmatik juga dapat dikatakan sebagai kaidah dalam penggunaan bahasa.
KESIMPULAN
Manusia memiliki
bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Ilmu yang digunakan
untuk mempelajari bahasa tersebut dikenal dengan linguistik. Istilah ini sering
di sebut linguistik umum, artinya ilmu tersebut tidak hanya menyelidiki salah
satu bahasa saja (seperti bahasa inggris atau indonesia saja) tetapi linguistik
menyangkut bahasa pada umumnya. Beberapa kajian dalam linguistik diantaranya
adalah proses dasar-dasar dari fonetik, fonemik, morfemik, morfofonemik,
sintaktik, semantik, dan pragmatik sebagai subdisiplin ilmu linguistik yang
menangani tentang obyek materia elemen suatu bahasa tertentu. Linguistik
menelaah bahasa yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat pada umumnya. Jadi
mempelajari linguistik sangat penting bagi kehidupan, sebab seseorang akan
mengerti tentang bagaimana penggunaan bahasa yang baik dan benar.
nice mb,,,sangat membantu (y)
BalasHapus