Zahra
( Kujaga Harga diriku demi amanahmu)
Zahra
menatap lelaki berkulit bersih itu dengan tatapan tajam. Entah apa yang ingin
dia katakan saat ini. Air matanya terus saja menetes membasahi pipi. Rintikan
hujan disertai gemuruh bunyi petir menjadikan suasana disekitar keduanya
menjadi semakin menegang. Zahra tetap memandangi sang kekasih yang berdiri
dihadapannya dengan tatapan sayu.
“ Aku tidak tahu lagi harus ngomong
apa sama kamu. Setiap kalimat yang aku ucapkan, aku yakin kamu pasti sudah
tidak mau mendengarkannya lagi. “ Rezi berusaha meyakinkan Zahra.
“ Sudah cukup sakit buat aku melihat
kamu bersamanya. Aku tahu Zi, aku memang bukan pacar yang bisa buat kamu
bahagia. Dari awal kamu bilang kalau kamu sayang sama aku, itu pun aku sudah
tidak yakin dengan semua ucapanmu. “
“ Zahra. Tolong dengerin penjelasan
aku dulu. “
“ Udah zi. Aku memang bodoh.
Seharusnya aku tahu diri, siapa aku dimata kamu. Tidak lebih dari seorang
wanita dengan jilbab segedhe taplak. Itu kan yang kamu katakan pada wanita tadi??! Dibandingkan dengan dia aku memang
tidak ada apa-apanya. Dia cantik, dia mudah diajak keluar, dia mudah diajak
ngelakuin hal gitu-gituan. Nah aku?????! Selama setahun kita menjalani hubungan
ini, aku bahkan belum pernah keluar ataupun ngajak kamu main ke rumahku.
Jangankan itu, untuk ketemuan di sekolah saja aku selalu menolak. Bagiku
pacaran bukanlah hal untuk melampiaskan sebuah hawa nafsu. Apapun yang ada
dalam tubuhku saat ini, semua ini milik suamiku nanti, bukan untuk pacarku!
Jadi wajar saja kalau kamu melakukan semua ini. “ Zahra mengakhiri kalimatnya
dengan menangis terisak.
Rezi
berusaha menenangkan perasaan wanita yang tertunduk lemas itu. Dia benar-benar
merasa bersalah atas semua perbuatan yang telah ia lakukan selama ini. Zahra
memang gadis yang baik. Setiap kali Rezi mengajaknya keluar, ia selalu menolak.
Dia bahkan gadis yang sangat taat dengan agama. Keluarganya berasal dari golongan
kaum ulama. Jadi tak heran kalau dia
begitu teguh dengan pendiriannya selama ini.
“ Zahra...”
Gadis
berjilbab itu tidak mendengarkan ucapan Rezi. Dia masih tertunduk dan menangis.
“ Aku tahu apa yang kamu rasakan
saat ini. Aku memang udah keterlaluan. Tapi aku berani sumpah demi apapun!
Sedikitpun aku tidak ada niat untuk menyakiti kamu. Aku benar-benar sayang sama
kamu Ra. Sekalipun kamu jauh berbeda dari dia, tapi aku benar-benar sayang sama
kamu! “ Rezi berbicara dengan nada yang semakin meninggi.
“ Aku bilang cukup zi!! Aku mohon
sama kamu, sekarang tinggalin aku sendiri. Aku nggak pengen lagi kenal sama
kamu. Meskipun kita pernah kenal sampai sejauh ini, anggap saja mulai sekarang kita
nggak pernah kenal. Anggap saja semua memori tentang kita, kemarin hanyalah
mimpi indah untukmu, tapi mimpi buruk untukku. Semoga kamu bisa bahagia
bersamanya, sekali lagi aku minta maaf selama ini belum pernah bisa buat kamu
tersenyum karenaku.“
Zahra
mengakhiri kalimatnya dan berlalu begitu saja dari hadapan Rezi. Dengan langkah
gontai disusuri setiap ruas-ruas jalan menuju rumahnya. Perasaan Zahra kini
benar-benar kacau. Dia begitu menyesali semuanya. Kalau saja dia tidak
mengabaikan amanah ibunya dulu, mungkin sampai saat ini dia tidak akan pernah
merasakan sakit hati. Gemuruh petir masih terus terdengar jelas diiringi rintik
hujan. Gadis berjilbab itu masih melanjutkan langkahnya.
Sementara
itu Rezi kini tengah terdiam terpaku menatap Zahra. Dia pun terlihat sangat
menyesal dengan kejadian tadi. Meskipun ia telah melakukan hal buruk dengan
gadis lain, tapi sampai saat ini dia belum mampu merasakan cinta yang sedalam
perasaannya kepada Zahra. Dia ingin terus bersama gadis itu. Tapi apalah daya,
seperti kata pepatah, ibarat nasi telah menjadi bubur. Zahra benar-benar sudah
marah dengannya. Sekarang dia hanya berharap semoga saja suatu saat nanti
mereka masih bisa bersama.
XXXX
Zahra
berlari menyusuri koridor sekolah dengan langkah cepat. Matahari telah naik
lebih tinggi. Semua pintu kelas telah tertutup. Tidak ada satu siswapun yang
berpapasan dengannya saat ini. Dilihatnya jam yang melekat pada pergelangan
tangan kanan. Waktu telah menunjukkan pukul 07.30, gadis itu telah terlambat 30 menit dari jam
masuk.
“
Asalamualaikum. “ Zahra membuka pintu kelas dengan ragu.
Tidak
ada satu siswa pun yang berada di dalam kelas itu saat ini. Suasana kelas
terlihat lengang. Zahra memasuki kelas dengan langkah bingung. Dilihatnya semua
bangku yang kosong itu seraya menaruh tas dibangkunya sendiri.
“
Kemana anak-anak yang lain? Hari ini kan bukan waktunya olahraga. “ kata Zahra
seraya bersandar di bangkunya.
Tidak
lama kemudian Rahma datang dan mendekatinya dengan menunjukkan selembar kertas
yang berisi pengumuman.
“
Tumben kamu baru dateng? “
“
Iya. Tadi aku telat. Anak-anak yang lain mana?”
“
Lagi di papan pengumuman. “
“
Ngapain?? “
“
Nih. “ Rahma menunjukkan kertas yang dibawanya kepada Zahra. Dalam kertas
tersebut tertuliskan bahwa sebentar lagi akan ada lomba menulis cerpen
berpasangan dengan tema “ Aku mencintaimu karena Allah”.
“
Eh, kamu nggak pengen ikut Ra? Kamu kan bisa duet sama Rezi. Ini cocok lho buat
kalian. Selama ini kan cara berpacaran kalian kalem-kalem aja. Nggak kaya yang
lain. “ Rahma memandang gadis berjilbab itu dengan kalem.
“
Semua sudah berakhir Ma. “ Zahra tertunduk lemas.
“
Maksudnya?? “ Rahma kaget.
“
Ya aku udah nggak sama Rezi lagi. “
“
Kenapa bisa begitu?? Bukankah hubungan kalian selama ini baik-baik saja? Bahkan
aku selalu iri dengan hubungan kalian. “
Zahra
menceritakan tentang semua kejadian yang dialaminya dengan Rezi kemarin. Selama
ini hubungan Zahra dengan Rezi memang terlihat baik-baik saja. Tapi ternyata
dibalik senyuman dan semua omongan manis Rezi selama ini, dia bahkan jauh lebih
buruk dari yang diharapkan. Dia selingkuh dengan gadis lain yang berbeda
sekolah dengan mereka. Dan yang paling membuat sakit hati Zahra, kemarin dia
mengetahui kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri.
“
Aku kan udah sering bilang ke kamu Ra, kalau aku nggak terlalu yakin dengan
omongan dia. “ Rahma berusaha menenangkan perasaan Zahra yang mulai terlihat
berbeda.
“
Ini semua memang salahku Ma. Nggak seharusnya aku melanggar semua syarat yang
ibu berikan kemarin. Ini mungkin teguran buat aku dari Allah. Aku udah
berbohong sama ibu. “ Zahra kembali menunduk.
“
Sudahlah Ra, nggak ada yang perlu disesali. Yang penting sekarang, kamu harus
bisa buktiin ke dia. Kalau kamu bisa mendapatkan cowok yang jauh lebih baik
daripada dia.“
“
Aku belum memikirkan tentang hal itu Ma. Yang menjadi pikiranku selama ini
justru malah ibu. Aku udah nggak mau lagi bohong sama beliau. Lagian bagi aku
udah cukup ngrasain yang namanya sakit hati. Masih untung aku selalu teguh
pendirian untuk menjaga diriku sendiri. Kalau sampai aku kalah, kan aku juga
yang rugi. “
“
Inilah yang selalu aku kagumi dari diri kamu Ra. Kamu bukan hanya sekedar
cantik di luar, tapi kamu juga cantik dari dalam. “ Rahma mengakhiri kalimatnya
dengan tersenyum manis.
“
Kamu bisa aja. “ Zahra tersenyum malu.
Mereka
saling bersenda gurau. Zahra terlihat jauh lebih tenang perasaannya
dibandingkan tadi. Wajahnya sudah nampak mampu tersenyum dengan ikhlas. Rahma
sedikit lega karena sudah bisa membuat sahabatnya itu tersenyum. Mereka memang
sahabat yang mampu saling melengkapi satu sama lain.
XXXX
Dentingan
sendok dan garpu mulai terdengar mewarnai suasana makan malam keluarga Zahra.
Begitu terasa sunyi dan menegangkan. Entah mengapa setiap kali ingin
membicarakan sesuatu dengan ibunya, dia merasa tidak nyaman. Pikiran-pikiran
tentang segala sesuatu kesalahannya bergemuruh di kepala. Tapi kali ini dia sudah
bertekad untuk membicarakan masalah ini. Detik demi detik ia nikmati, Zahra
harus bersabar menunggu ibunya selesai makan dulu. Tepat ketika tiba waktunya,
ditariknya nafas dalam-dalam untuk memulai pembicaraan.
“
Bu? “
“
Iya. Kenapa? “
Zahra
terdiam sejenak berusaha mengatur nafas untuk memulai pembicaraan. Dia terlihat
sangat ragu untuk berkata.
“
Kenapa..? “ ibunya kembali bertanya.
“
Zahra mau minta maaf sama ibu. “ Zahra tertunduk cemas.
“
Minta maaf untuk apa? “
“
Selama ini Zahra udah bohongin ibu. Zahra ingkar janji sama ibu. Zahra minta
maaf bu.”
Sang
ibu tersenyum menatap anaknya yang tengah terdiam menunduk itu. Tanpa Zahra
berbicara pun sebenarnya ibunya sudah mengetahui semuanya. Selama ini tanpa
sepengetahuan Zahra, beliau selalu menelpon Rahma untuk menanyakan tentang
anaknya.
“ Ibu sudah tahu semuanya. “
“ Maksud ibu? “ Zahra terlihat kaget
mendengar jawaban ibunya.
“ Ya ibu sudah tahu kalau kamu
sebenarnya punya pacar selama sekolah di SMA. Ibu sudah menduga dari dulu kalau
semua ini bakal terjadi. Sejak kamu merengek tidak mau sekolah di pesantren,
ibu sudah menduga semuanya. Itulah sebabnya ibu ingin kamu merasakan sendiri kalau
ini semua ibu lakukan demi kebaikan kamu. Ibu hanya nggak ingin kejadian
seperti ini terjadi kepadamu. Tapi ibu juga bangga sama kamu. “
“ Bangga kenapa bu? “ Zahra semakin
telihat kebingungan.
“ Meskipun kamu melanggar syarat
dari ibu. Tapi ibu sangat bangga karena kamu masih bisa menjaga semuanya. Bagi
ibu tidak apa-apa meskipun kamu sudah pernah berteman dengan dia. Yang paling
penting kamu masih bisa menjaga diri kamu sendiri dari semua godaan selama
berpacaran. Ibu sudah dengar dari Rahma, selama berpacaran dengan pemuda itu,
kamu bahkan tidak pernah bertemu. “ wanita paruh baya itu tersenyum manis ke arah
Zahra.
“ Zahra selalu mengingat semua pesan
ibu untuk terus menjaga harga diri sebagai wanita yang solehah. Zahra memang
sudah bersalah, tapi bukan berarti Zahra terjerumus terlalu dalam. Kemarin
Zahra hanya penasaran dengan kehidupan teman-teman Zahra yang lain. Maafin
Zahra bu. Zahra benar-benar menyesal. Sekarang Zahra tahu kalau semua ini untuk
kebaikan Zahra sendiri. “ Gadis itu memeluk sang ibu erat. Matanya terlihat
berkaca-kaca.
“ Tidak ada yang perlu disesali.
Yang penting kamu sudah mengerti. “
“ Tapi zahra udah memutuskan untuk
memenuhi syarat ibu yang kedua. “
“ Lho?? Tapi kamu kan masih kelas dua?”
“ Nggak papa bu. Zahra udah mutusin
kalau Zahra mau pindah ke pesantren.”
“ Beneran nih? “
“ Iya bu. “
Zahra
kembali memeluk sang ibu dengan hangat. Dan sejak saat itu dia telah memutuskan
untuk melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren. Meskipun sebelumnya syarat
itu harus ia lakukan setelah lulus SMA, tapi ia sudah memiliki tekad untuk
segera pindah dan melanjutkan pendidikannya di pesantren.
XXXX
Keesokan
harinya dengan senyuman merekah, Zahra datang ke sekolah pagi-pagi sekali. Hari
ini dia sudah bertekad akan berbicara pada wali kelas tentang keputusannya
pindah sekolah. Dengan langkah pelan, dia terus melanjutkan perjalanannya
menuju ruang guru.
“
Tumben kamu datang pagi-pagi gini Ra? “ Rahma merangkulnya dari belakang.
“
Oh. Kamu. Kirain siapa. Iya ma, aku udah mutusin untuk pindah dari sekolah ini.
“
“
Loh kenapa sayang?? “ Rahma terlihat kaget mendengar keputusan sahabatnya itu.
“
Nggak papa kok. Sudah seharusnya dari dulu aku nurut apa kata ibu. “
“
Ya. Aku tahu apa yang kamu rasakan. Dari dulu aku juga sudah sering bilang ke
kamu kan? Dasar kamunya aja yang bandel. Hehehe“
“
Hahaha. Iya deh, maaf. “
Mereka
melanjutkan perjalanannya menuju ruang guru. Dan tidak lama kemudian setelah
berbicara kepada wali kelas, Zahra segera pamit dan minta maaf pada semua
teman-teman sekelasnya. Ruangan yang tak berukuran begitu luas itu memberikan
banyak kenangan untuknya. Di pandanginya kelas itu dengan senyuman.
“ Tempat ini begitu
banyak memberikan berbagai kenangan untukku. Aku tidak akan pernah melupakan
semuanya. Tentangmu, tentang kalian, tentang semua pengalamanku ketika berada
disini. “ Batinnya.
Semua
teman-temannya menatap kepergian dia dengan senyuman hangat. Mereka mengucapkan
selamat tinggal dan permintaan maaf apabila selama berteman dengan Zahra,
mereka memiliki kesalahan baik yang mereka sengaja atau tidak. Zahra hanya
mengangguk pelan mendengar semua ucapan mereka. Lantas ia pun kembali
melanjutkan langkahnya keluar kelas. Tepat ketika sampai di depan kelas,
tiba-tiba saja ia berpapasan dengan Rezi. Wajah ceria Zahra seketika langsung
luruh.
“
Udah nggak usah di lihat. “ bisik Rahma ke arahnya.
Zahra
hanya terdiam. Sedikitpun ia tidak melihat sosok pemuda yang berdiri
dihadapannya saat ini. Dia terus mengalihkan pandangannya ke arah Rahma dan
melanjutkan langkahnya keluar sekolah.
Rezi
menghela nafas sesaat, berusaha menahan asa. Dipandanginya gadis berjilbab itu
dengan sayu. Sementara itu Zahra tetap melanjutkan langkahnya. Dengan perasaan
sedikit kecewa Rezi mengikutinya dari belakang dengan jarak yang lumayan jauh.
“
Semua memori tentang kita kemarin memang sudah berakhir. Tapi tidak untuk
nanti. Aku masih tetap yakin, kalau suatu saat nanti kita pasti bisa kembali
bersama. Kemanapun kamu pergi, aku akan tetap mengikutimu. Sebagai bukti rasa
sayangku masih seutuhnya untukmu.“
XXXX end XXXX