Sabtu, 05 April 2014

Cerpen Zahra


Zahra
( Kujaga Harga diriku demi amanahmu)
Zahra menatap lelaki berkulit bersih itu dengan tatapan tajam. Entah apa yang ingin dia katakan saat ini. Air matanya terus saja menetes membasahi pipi. Rintikan hujan disertai gemuruh bunyi petir menjadikan suasana disekitar keduanya menjadi semakin menegang. Zahra tetap memandangi sang kekasih yang berdiri dihadapannya dengan tatapan sayu.
            “ Aku tidak tahu lagi harus ngomong apa sama kamu. Setiap kalimat yang aku ucapkan, aku yakin kamu pasti sudah tidak mau mendengarkannya lagi. “ Rezi berusaha meyakinkan Zahra.
            “ Sudah cukup sakit buat aku melihat kamu bersamanya. Aku tahu Zi, aku memang bukan pacar yang bisa buat kamu bahagia. Dari awal kamu bilang kalau kamu sayang sama aku, itu pun aku sudah tidak yakin dengan semua ucapanmu. “
            “ Zahra. Tolong dengerin penjelasan aku dulu. “
            “ Udah zi. Aku memang bodoh. Seharusnya aku tahu diri, siapa aku dimata kamu. Tidak lebih dari seorang wanita dengan jilbab segedhe taplak. Itu kan yang kamu katakan pada wanita  tadi??! Dibandingkan dengan dia aku memang tidak ada apa-apanya. Dia cantik, dia mudah diajak keluar, dia mudah diajak ngelakuin hal gitu-gituan. Nah aku?????! Selama setahun kita menjalani hubungan ini, aku bahkan belum pernah keluar ataupun ngajak kamu main ke rumahku. Jangankan itu, untuk ketemuan di sekolah saja aku selalu menolak. Bagiku pacaran bukanlah hal untuk melampiaskan sebuah hawa nafsu. Apapun yang ada dalam tubuhku saat ini, semua ini milik suamiku nanti, bukan untuk pacarku! Jadi wajar saja kalau kamu melakukan semua ini. “ Zahra mengakhiri kalimatnya dengan menangis terisak.
Rezi berusaha menenangkan perasaan wanita yang tertunduk lemas itu. Dia benar-benar merasa bersalah atas semua perbuatan yang telah ia lakukan selama ini. Zahra memang gadis yang baik. Setiap kali Rezi mengajaknya keluar, ia selalu menolak. Dia bahkan gadis yang sangat taat dengan agama. Keluarganya berasal dari golongan kaum ulama.  Jadi tak heran kalau dia begitu teguh dengan pendiriannya selama ini.
            “ Zahra...”
Gadis berjilbab itu tidak mendengarkan ucapan Rezi. Dia masih tertunduk dan menangis.
            “ Aku tahu apa yang kamu rasakan saat ini. Aku memang udah keterlaluan. Tapi aku berani sumpah demi apapun! Sedikitpun aku tidak ada niat untuk menyakiti kamu. Aku benar-benar sayang sama kamu Ra. Sekalipun kamu jauh berbeda dari dia, tapi aku benar-benar sayang sama kamu! “ Rezi berbicara dengan nada yang semakin meninggi.
            “ Aku bilang cukup zi!! Aku mohon sama kamu, sekarang tinggalin aku sendiri. Aku nggak pengen lagi kenal sama kamu. Meskipun kita pernah kenal sampai sejauh ini, anggap saja mulai sekarang kita nggak pernah kenal. Anggap saja semua memori tentang kita, kemarin hanyalah mimpi indah untukmu, tapi mimpi buruk untukku. Semoga kamu bisa bahagia bersamanya, sekali lagi aku minta maaf selama ini belum pernah bisa buat kamu tersenyum karenaku.“
Zahra mengakhiri kalimatnya dan berlalu begitu saja dari hadapan Rezi. Dengan langkah gontai disusuri setiap ruas-ruas jalan menuju rumahnya. Perasaan Zahra kini benar-benar kacau. Dia begitu menyesali semuanya. Kalau saja dia tidak mengabaikan amanah ibunya dulu, mungkin sampai saat ini dia tidak akan pernah merasakan sakit hati. Gemuruh petir masih terus terdengar jelas diiringi rintik hujan. Gadis berjilbab itu masih melanjutkan langkahnya.
Sementara itu Rezi kini tengah terdiam terpaku menatap Zahra. Dia pun terlihat sangat menyesal dengan kejadian tadi. Meskipun ia telah melakukan hal buruk dengan gadis lain, tapi sampai saat ini dia belum mampu merasakan cinta yang sedalam perasaannya kepada Zahra. Dia ingin terus bersama gadis itu. Tapi apalah daya, seperti kata pepatah, ibarat nasi telah menjadi bubur. Zahra benar-benar sudah marah dengannya. Sekarang dia hanya berharap semoga saja suatu saat nanti mereka masih bisa bersama.
XXXX
Zahra berlari menyusuri koridor sekolah dengan langkah cepat. Matahari telah naik lebih tinggi. Semua pintu kelas telah tertutup. Tidak ada satu siswapun yang berpapasan dengannya saat ini. Dilihatnya jam yang melekat pada pergelangan tangan kanan. Waktu telah menunjukkan pukul 07.30,  gadis itu telah terlambat 30 menit dari jam masuk.
“ Asalamualaikum. “ Zahra membuka pintu kelas dengan ragu.
Tidak ada satu siswa pun yang berada di dalam kelas itu saat ini. Suasana kelas terlihat lengang. Zahra memasuki kelas dengan langkah bingung. Dilihatnya semua bangku yang kosong itu seraya menaruh tas dibangkunya sendiri.
“ Kemana anak-anak yang lain? Hari ini kan bukan waktunya olahraga. “ kata Zahra seraya bersandar di bangkunya.
Tidak lama kemudian Rahma datang dan mendekatinya dengan menunjukkan selembar kertas yang berisi pengumuman.
“ Tumben kamu baru dateng? “
“ Iya. Tadi aku telat. Anak-anak yang lain mana?”
“ Lagi di papan pengumuman. “
“ Ngapain?? “
“ Nih. “ Rahma menunjukkan kertas yang dibawanya kepada Zahra. Dalam kertas tersebut tertuliskan bahwa sebentar lagi akan ada lomba menulis cerpen berpasangan dengan tema “ Aku mencintaimu karena Allah”.
“ Eh, kamu nggak pengen ikut Ra? Kamu kan bisa duet sama Rezi. Ini cocok lho buat kalian. Selama ini kan cara berpacaran kalian kalem-kalem aja. Nggak kaya yang lain. “ Rahma memandang gadis berjilbab itu dengan kalem.
“ Semua sudah berakhir Ma. “ Zahra tertunduk lemas.
“ Maksudnya?? “ Rahma kaget.
“ Ya aku udah nggak sama Rezi lagi. “
“ Kenapa bisa begitu?? Bukankah hubungan kalian selama ini baik-baik saja? Bahkan aku selalu iri dengan hubungan kalian. “
Zahra menceritakan tentang semua kejadian yang dialaminya dengan Rezi kemarin. Selama ini hubungan Zahra dengan Rezi memang terlihat baik-baik saja. Tapi ternyata dibalik senyuman dan semua omongan manis Rezi selama ini, dia bahkan jauh lebih buruk dari yang diharapkan. Dia selingkuh dengan gadis lain yang berbeda sekolah dengan mereka. Dan yang paling membuat sakit hati Zahra, kemarin dia mengetahui kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri.
“ Aku kan udah sering bilang ke kamu Ra, kalau aku nggak terlalu yakin dengan omongan dia. “ Rahma berusaha menenangkan perasaan Zahra yang mulai terlihat berbeda.
“ Ini semua memang salahku Ma. Nggak seharusnya aku melanggar semua syarat yang ibu berikan kemarin. Ini mungkin teguran buat aku dari Allah. Aku udah berbohong sama ibu. “ Zahra kembali menunduk.
“ Sudahlah Ra, nggak ada yang perlu disesali. Yang penting sekarang, kamu harus bisa buktiin ke dia. Kalau kamu bisa mendapatkan cowok yang jauh lebih baik daripada dia.“
“ Aku belum memikirkan tentang hal itu Ma. Yang menjadi pikiranku selama ini justru malah ibu. Aku udah nggak mau lagi bohong sama beliau. Lagian bagi aku udah cukup ngrasain yang namanya sakit hati. Masih untung aku selalu teguh pendirian untuk menjaga diriku sendiri. Kalau sampai aku kalah, kan aku juga yang rugi. “
“ Inilah yang selalu aku kagumi dari diri kamu Ra. Kamu bukan hanya sekedar cantik di luar, tapi kamu juga cantik dari dalam. “ Rahma mengakhiri kalimatnya dengan tersenyum manis.
“ Kamu bisa aja. “ Zahra tersenyum malu.
Mereka saling bersenda gurau. Zahra terlihat jauh lebih tenang perasaannya dibandingkan tadi. Wajahnya sudah nampak mampu tersenyum dengan ikhlas. Rahma sedikit lega karena sudah bisa membuat sahabatnya itu tersenyum. Mereka memang sahabat yang mampu saling melengkapi satu sama lain.
XXXX
Dentingan sendok dan garpu mulai terdengar mewarnai suasana makan malam keluarga Zahra. Begitu terasa sunyi dan menegangkan. Entah mengapa setiap kali ingin membicarakan sesuatu dengan ibunya, dia merasa tidak nyaman. Pikiran-pikiran tentang segala sesuatu kesalahannya bergemuruh di kepala. Tapi kali ini dia sudah bertekad untuk membicarakan masalah ini. Detik demi detik ia nikmati, Zahra harus bersabar menunggu ibunya selesai makan dulu. Tepat ketika tiba waktunya, ditariknya nafas dalam-dalam untuk memulai pembicaraan.
“ Bu? “
“ Iya. Kenapa? “
Zahra terdiam sejenak berusaha mengatur nafas untuk memulai pembicaraan. Dia terlihat sangat ragu untuk berkata.
“ Kenapa..? “ ibunya kembali bertanya.
“ Zahra mau minta maaf sama ibu. “ Zahra tertunduk cemas.
“ Minta maaf untuk apa? “
“ Selama ini Zahra udah bohongin ibu. Zahra ingkar janji sama ibu. Zahra minta maaf bu.”
Sang ibu tersenyum menatap anaknya yang tengah terdiam menunduk itu. Tanpa Zahra berbicara pun sebenarnya ibunya sudah mengetahui semuanya. Selama ini tanpa sepengetahuan Zahra, beliau selalu menelpon Rahma untuk menanyakan tentang anaknya.
            “ Ibu sudah tahu semuanya. “
            “ Maksud ibu? “ Zahra terlihat kaget mendengar jawaban ibunya.
            “ Ya ibu sudah tahu kalau kamu sebenarnya punya pacar selama sekolah di SMA. Ibu sudah menduga dari dulu kalau semua ini bakal terjadi. Sejak kamu merengek tidak mau sekolah di pesantren, ibu sudah menduga semuanya. Itulah sebabnya ibu ingin kamu merasakan sendiri kalau ini semua ibu lakukan demi kebaikan kamu. Ibu hanya nggak ingin kejadian seperti ini terjadi kepadamu. Tapi ibu juga bangga sama kamu. “
            “ Bangga kenapa bu? “ Zahra semakin telihat kebingungan.
            “ Meskipun kamu melanggar syarat dari ibu. Tapi ibu sangat bangga karena kamu masih bisa menjaga semuanya. Bagi ibu tidak apa-apa meskipun kamu sudah pernah berteman dengan dia. Yang paling penting kamu masih bisa menjaga diri kamu sendiri dari semua godaan selama berpacaran. Ibu sudah dengar dari Rahma, selama berpacaran dengan pemuda itu, kamu bahkan tidak pernah bertemu. “ wanita paruh baya itu tersenyum manis ke arah Zahra.
            “ Zahra selalu mengingat semua pesan ibu untuk terus menjaga harga diri sebagai wanita yang solehah. Zahra memang sudah bersalah, tapi bukan berarti Zahra terjerumus terlalu dalam. Kemarin Zahra hanya penasaran dengan kehidupan teman-teman Zahra yang lain. Maafin Zahra bu. Zahra benar-benar menyesal. Sekarang Zahra tahu kalau semua ini untuk kebaikan Zahra sendiri. “ Gadis itu memeluk sang ibu erat. Matanya terlihat berkaca-kaca.
            “ Tidak ada yang perlu disesali. Yang penting kamu sudah mengerti. “
“ Tapi zahra udah memutuskan untuk memenuhi syarat ibu yang kedua. “
“ Lho?? Tapi kamu kan masih kelas dua?”
“ Nggak papa bu. Zahra udah mutusin kalau Zahra mau pindah ke pesantren.”
“ Beneran nih? “
“ Iya bu. “
Zahra kembali memeluk sang ibu dengan hangat. Dan sejak saat itu dia telah memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren. Meskipun sebelumnya syarat itu harus ia lakukan setelah lulus SMA, tapi ia sudah memiliki tekad untuk segera pindah dan melanjutkan pendidikannya di pesantren.
XXXX
Keesokan harinya dengan senyuman merekah, Zahra datang ke sekolah pagi-pagi sekali. Hari ini dia sudah bertekad akan berbicara pada wali kelas tentang keputusannya pindah sekolah. Dengan langkah pelan, dia terus melanjutkan perjalanannya menuju ruang guru.
“ Tumben kamu datang pagi-pagi gini Ra? “ Rahma merangkulnya dari belakang.
“ Oh. Kamu. Kirain siapa. Iya ma, aku udah mutusin untuk pindah dari sekolah ini. “
“ Loh kenapa sayang?? “ Rahma terlihat kaget mendengar keputusan sahabatnya itu.
“ Nggak papa kok. Sudah seharusnya dari dulu aku nurut apa kata ibu. “
“ Ya. Aku tahu apa yang kamu rasakan. Dari dulu aku juga sudah sering bilang ke kamu kan? Dasar kamunya aja yang bandel. Hehehe“
“ Hahaha. Iya deh, maaf. “
Mereka melanjutkan perjalanannya menuju ruang guru. Dan tidak lama kemudian setelah berbicara kepada wali kelas, Zahra segera pamit dan minta maaf pada semua teman-teman sekelasnya. Ruangan yang tak berukuran begitu luas itu memberikan banyak kenangan untuknya. Di pandanginya kelas itu dengan senyuman.
“ Tempat ini begitu banyak memberikan berbagai kenangan untukku. Aku tidak akan pernah melupakan semuanya. Tentangmu, tentang kalian, tentang semua pengalamanku ketika berada disini. “ Batinnya.
Semua teman-temannya menatap kepergian dia dengan senyuman hangat. Mereka mengucapkan selamat tinggal dan permintaan maaf apabila selama berteman dengan Zahra, mereka memiliki kesalahan baik yang mereka sengaja atau tidak. Zahra hanya mengangguk pelan mendengar semua ucapan mereka. Lantas ia pun kembali melanjutkan langkahnya keluar kelas. Tepat ketika sampai di depan kelas, tiba-tiba saja ia berpapasan dengan Rezi. Wajah ceria Zahra seketika langsung luruh.
“ Udah nggak usah di lihat. “ bisik Rahma ke arahnya.
Zahra hanya terdiam. Sedikitpun ia tidak melihat sosok pemuda yang berdiri dihadapannya saat ini. Dia terus mengalihkan pandangannya ke arah Rahma dan melanjutkan langkahnya keluar sekolah.
Rezi menghela nafas sesaat, berusaha menahan asa. Dipandanginya gadis berjilbab itu dengan sayu. Sementara itu Zahra tetap melanjutkan langkahnya. Dengan perasaan sedikit kecewa Rezi mengikutinya dari belakang dengan jarak yang lumayan jauh.
“ Semua memori tentang kita kemarin memang sudah berakhir. Tapi tidak untuk nanti. Aku masih tetap yakin, kalau suatu saat nanti kita pasti bisa kembali bersama. Kemanapun kamu pergi, aku akan tetap mengikutimu. Sebagai bukti rasa sayangku masih seutuhnya untukmu.“
XXXX end XXXX