Senin, 16 Juni 2014

Permintaan maaf untuk seorang sahabat


Malam ini masih seperti biasanya. Terasa sepi dan menegangkan. Tidak ada hari yang aku lewati tanpa menegangkan. Ya menegangkan! Hidup ditengah-tengah pemilik rumah yang sangat bengis. Sebut saja dia ibu kos. Seorang janda paruh baya yang memiliki anak 3 dan beberapa cucu.
Sudah hampir setahun lamanya aku tidur ditempat yang hanya terdiri dari 4 kamar ini. memang enak tempatnya. Tapi neraka dalamnya. Bagaimana tidak? Kita semua bayar setiap semester, tapi peraturannya selalu saja ada. Gak boleh bawa temenlah, inilah, itulah. Aaahhhh! Aku muak!. Kalau saja aku tidak menyayangkan tempatnya yang enak ini, mungkin aku sudah pindah dari tempat ini sejak dulu.
Selang beberapa hari kemarin, beliau kesini. Dia mengatakan katanya akan ada peraturan baru tentang kos se-Lidah wetan. Memang sih, dari kemarin aku sudah melanggarnya. Aku tidak pernah bilang kalau ada temanku yang selalu nginap di sini. Aku nggak peduli. Bagiku yang penting aku bayar. Asalkan nggak melebihi batas seperti membawa teman laki-laki masuk, menurutku masih nggak apa-apa. Toh, kalau aku lihat dari beberapa kos tempat tinggal teman sekampusku, ibu kos mereka nggak ada masalah.
Seperti biasa malam ini sahabatku tidur di sini. Niatnya sih gitu. Aku nggak pengen bilang sama ibu kos. Tapi karena ngerasa nggak enak sama temen-temen yang lain, akhirnya mau nggak mau aku sms ibu kos.
“ Buk? Temen saya tidur disini semalam bagaimana? Soalnya kunci kosnya ikut kebawa temennya yang pulang…” begitulah aku meminta izin dari beliau. Tapi apa baasannya?
“ Jangan lo, ya dia suruh ambil kunci di ibu kosnya. Peraturan dari RT selain kos nggak boleh inap, nanti bias didenda. Nanti malam ibu kesana, tolong ya jangan.. makasih”
Rasanya pengen meledak ni kepala. Baru pertama kali aku meminta izin dari beliau tapi udah nggak di beri izin. Rasanya sudah malas mau ngomong lagi. Kulirik temanku yang sedang mainan hp itu. Aku minta maaf dan ngerasa nggak enak banget karena udah bilang sama ibu kos. Padahal hari-hari sebelumnya aku nggak pernah minta izin.
“ Untuk kamu, sahabatku penghuni gang 5, aku minta maaf ya? Seandainya tadi aku nggak ngomong sama ibu kos mungkin sekarang aku sudah tidur nyenyak di sampingmu malam ini… sekali lagi aku minta maaf “

Rabu, 11 Juni 2014

Fall For You


Hari baru saja berganti petang. Dikeheningan yang berbalut desis suara angin malam, lamat-lamat kutatap seseorang pemuda dengan wajah yang tak asing lagi bagiku. Kulitnya putih bak kapas. Hidungnya mancung dan matanya berbinar terang. Sangat nyaman bagiku dapat menatapnya secara langsung seperti detik ini.
“ Aku pasti akan merindukanmu..” suara itu semakin membuatku bergetar. Tak ingin rasanya aku melepas pelukannya yang hangat. Aku ingin seperti ini untuk waktu yang lebih lama lagi. Aku ingin terus bersama dengannya.
“ Aku juga pasti akan sangat merindukanmu…”
Kembali kutatap matanya yang terang itu. Sepertinya aku akan berpisah dengannya dalam waktu yang sangat lama. Rasanya pertemuan kali ini terlalu singkat untuk dinikmati. Perlahan kulepaskan pelukannya. Bis yang akan kunaiki sudah hampir dipenuhi oleh penumpang. Dengan perasaan resah dan gelisah kulangkahkan kakiku menuju pintu masuk terminal.
“ Jaga dirimu baik-baik.. “
“ Jaga hati dan perasaanmu juga..”
Kulontarkan senyuman sedihku. Aku tahu apa yang dirasakannya saat ini. Sama dengan apa yang aku rasakan. Menjalin hubungan jarak jauh memanglah tidak mudah. Lewat celah-celah kaca bis yang kutumpangi, kulihat dia masih mengawasi kepergianku dari kejauhan. Sampai aku benar-benar hilang dari pandangannya.
XXXX
Rasanya memang sulit bagiku mendengar kabar itu. Antara suka dan duka. Aku tidak tahu apakah aku harus tersenyum atau justru sebaliknya. Pengumuman hasil kelulusan itu masih terus kupandangi. Bisa masuk perguruan tinggi negeri dengan beasiswa yang besar adalah cita-citaku selama ini.
Tapi ketika kukabarkan berita itu pada seseorang yang teramat penting bagiku, dia justru melarangku untuk kuliah dengan jarak yang jauh dari rumah. Aku paham apa maksud dia melarangku. Akan tetapi biar bagaimanapun juga perjuanganku untuk masuk situ juga sangat sulit. Tidak mungkin semua yang sudah aku usahakan selama ini kutinggalkan begitu saja.
Setelah mendengarkan penjelasanku yang sangat panjang, akhirnya diapun memperbolehkanku kuliah di Surabaya. Meskipun dalam hatinya masih tersimpan segunduk rasa tidak ikhlas.
“ Aku kan bisa pulang sebulan sekali.. lagian kalau kamu pengen ketemu kamu juga bisa berkunjung ke kosku.. “ kataku berusaha menghiburnya.
“ Hati-hati sama kehidupan kota. Banyak pengaruh buruknya..” jawabnya dengan nada dingin.
“ Aku tahu kok. Kamu nggak usah khawatir, aku pasti bisa jaga diri aku.”
Kulihat wajahnya yang seketika menjadi kusut. Aku tahu dan paham betul dengan perasaannya. Sudah hampir 3 tahun kami menjalani hubungan ini. Memang sangat sulit untuk berpisah dalam waktu yang cukup lama. Apalagi aku dan dia sudah sangat mencintai satu sama lain.
Suasana menjadi hening untuk sejenak. Kami berdua sama-sama diam. Saling menghibur perasaan satu sama lain. Terkadang saling berpandangan. Namun sesat kembali menunduk diam.
XXXX
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa inilah hari keberangkatanku ke Surabaya. Sore hari setelah menyelesaikan shalat maghrib, dia sudah menjemputku di rumah. Hari ini dia yang akan mengantarkanku ke terminal.
Setelah berpamitan dengan ibu dan ayah, akupun berangkat. Selama dalam perjalanan, tidak banyak kata yang dia ucapkan. Mungkin saja perasaannya sudah tidak enak. Akupun tidak berani untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu. Aku hanya memberinya isyarat dengan mendekap tubuhnya erat.
Hembusan angin kian terasa mengusik. Semakin dingin terasa menusuk kulit. Dalam pekat itu, kami masih tetap saling diam. Aku berusaha memahaminya.
“ Aku tahu apa yang kamu rasakan saat ini.” akhirnya dia pun bicara lebih dulu.
Aku justru terdiam. Aku bingung harus bicara apa dengannya.
“ Aku nggak marah kok. Memang sedikit tidak ikhlas, tapi aku juga tidak mungkin memaksakan kehendakku sendiri. Aku hanya takut kalau….. “ dia tidak melajutkan perkataannya. Suaranya sedikit mulai terdengar rendah.
“ Kamu nggak usah takut kalau aku dapat pengaruh buruk di sana. Aku ya aku! Tidak akan ada yang berubah denganku. Termasuk rasaku untukmu.”
Kurasakan tangannya menggenggam erat kedua tanganku yang berpegang erat pada perutnya.
Hari itu juga terakhir kali aku mendekap tubuhnya secara langsung. Bis yang kunaiki selama dalam perjalanan mengalami kecelakaan yang parah. Hanya ada 2 penumpang yang selamat. Aku tidak tahu dengan keadaannya sekarang seperti apa. Dimana dia. Dengan siapa dia. dan bagaimana perasaannya. Yang pasti aku sangat merindukannya. Dari jarak yang sangat jauh untuk ditembus.

XXXendXXX

Gadis yang berusaha mencuci hatinya dari rasa iri.

Aku sedikit tahu. Gadis bertubuh ramping itu sebenarnya ingin merubah sifatnya. Tapi kenapa setiap kali melihat tingkah laku serta ucapan dari kedua sahabatnya itu, sulit sekali untuknya merubah semua sifat yang memang sedikit menjadi beban pikirannya selama ini. Kalau dulu dia ibarat bunga yang tumbuh pada lingkungan yang paling bersih, sekarang inilah tempatnya berputar menjadi lingkungan yang penuh dengan sampah. Kalau dulu ibarat dia adalah bunga yang merekah paling indah, sekarang inilah saatnya menyamakan dia dengan bunga yang layu karena kekeringan.
“Hanya merasa tidak pernah dianggap”. Itu saja yang selalu ada dalam benaknya. Rasa iri selalu memenuhi isi hatinya. Entah itu iri karena ada salah satu sahabatnya yang lebih ketimbang dirinya atau justru sebaliknya.
Aku tahu apa yang membuatnya bersikap seperti itu. Karena selalu tumbuh di lingkungan yang semua penghuninya rata-rata berada di bawah tingkat keunggulannya, gadis itu belum mampu menyesuaikan diri. Dulu ia selalu dikelilingi oleh orang-orang yang selalu memuji segala keunggulannya.
“ Kamu pintar sekali. “,
“ Kamu cantik sekali,.” dan lain sebagainya itulah yang kerap mereka katakan kepadanya. Dan sekarang semua itu telah membuatnya jatuh ketika ada orang lain yang jauh lebih baik darinya.
“ Kamu itu sayangnya kurang ……….
“ ……. Mu itu masih lebih bagus dibandingkan…….. “. Wajah gadis itu menjadi masam seketika mendengar ungkapan kedua sahabatnya. Ia selalu ingin lari dari kedua teman yang bari dikenalnya itu. Tapi hatinya tidak mampu berbohong. Ikatan persahabatan mereka terasa berharga untuknya.
Kemarin ketika terakhir kali aku bertemu dengannya di masjid dekat rumah. Aku bertanya .
“ Tumben jam segini udah kemasjid neng? Hehe”

Gadis itu menjawab dengan senyum hangat. “ Hanya sedang berusaha mencuci hati dari rasa iri.. “

Senin, 09 Juni 2014

MY TRUE LOVE (Pintu-Pintu Hidayah-Mu)


Ilham menghempaskan tubuhnya diatas kasur seraya menatap langit-langit kamarnya. Kamar yang berukuran sangat luas dan indah  itu terlihat sangat megah dengan berbagai hiasan kamar yang tidak ternilai harganya. Gorden mewah dengan bermotifkan kain sutera terlihat begitu indah mewarnai kamar tersebut. Di sudut kamar bagian barat terdapat berbagai koleksi buku yang tertata rapi. Sedangkan di sebelah utara kamar terdapat berbagai perlengkapan musik mulai dari gitar dan kawan-kawannya. Selain itu di langit-langit kamar terlukiskan sebuah gambar bintang dan bulan lengkap dengan keadaan dan kehidupan dunia awan, sehingga dengan menatap gambar tersebut Ilham akan merasakan sebuah ketenangan dalam hatinya.
            “ Aku punya segalanya. Tapi kenapa aku tidak pernah bahagia? Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya disayangi.. “
Ilham menghela nafas. Dia teringat kehidupannya selama ini. Dia memang memiliki segalanya. Segala kebutuhan fisiknya bisa terpenuhi. Tapi tidak untuk kebutuhan rohaninya. Orang tuanya jarang sekali berada di rumah dan lebih sering pergi ke luar kota karena urusan pekerjaan. Sesekali  mereka hanya mampir ke rumah sebentar dan cukup menanyakan apakah uang bulanan Ilham masih ada atau sudah habis.  Rumah yang besar tersebut hanya dihuni oleh Ilham dan 3 orang pembantu dalam. Itulah kenapa Ilham merasa dirinya tidak pernah dicintai.
Matahari sudah  mulai terlihat naik.  Berbagai suara kendaraan mulai terdengar bising di setiap jalan raya. Ilham segera beranjak dari tempat tidurnya.  Dilihatnya jam yang melekat pada pergelangan tangan kanannya. Waktu telah menunjukkan pukul 07.45 . Segera diraih tas yang tergeletak disamping tubuhnya. Dan selepas itu ia langsung bergegas menuju kampus.
Ia berjalan menuruni setiap tangga rumahnya. Dengan muka yang terkesan jarang membentuk ekspresi ramah, ia melanjutkan langkahnya menuju bagasi. Belum sempat ia naik ke dalam mobilnya, tiba-tiba saja wanita  yang berumuran lebih tua darinya yaitu Bi Inah datang dengan membawa telephon rumah.
“ Den, tadi ibu telvon. Nanyain apakah uang aden bulan ini masih ada atau sudah habis..”
Ilham memalingkan mukanya keluar. Lantas menjawab dengan nada datar. “ Bilang aja uang dari bulan-bulan kemarin bahkan tidak pernah terpakai.. “ tanpa basa-basi lagi ia langsung masuk kedalam mobilnya dan melesat begitu saja.
 Sang pembantu hanya menggelengkan kepala melihat ulah majikannya tersebut. Kemudian ia pun kembali melanjutkan aktifitasnya membersihkan rumah.
XXXXXX
Ilham memarkir mobilnya di depan halaman rumah Wahyu . Wahyu adalah sahabat Ilham dari kecil. Mereka sudah berteman Sejak masuk TK. Mereka sudah seperti best couple. Kemanapun keduanya  melangkah, mereka selalu berdua. Ilham memandang rumah itu sejenak. Rumah Wahyu memang tidak berukuran besar, akan tetapi rumah tersebut selalu ramai dengan segala isinya. Ibu dan ayah Wahyu hanya bekerja sebagai petani biasa. Tapi kehidupan mereka jauh lebih bahagia dibandingkan dengan kehidupan Ilham. Rumah Wahyu selalu ramai dengan segala celoteh adiknya yang masih berumuran 3 tahun. Jadi tak heran kalau Ilham  sering main ke rumah sahabatnya itu untuk melepas penat sesaat. Dia merasa jauh lebih nyaman berada di rumah yang sederhana itu dari pada tinggal di rumahnya sendiri.
“ Gimana gaya rambut gue hari ini..? “ tiba-tiba saja Wahyu datang membuyarkan semua lamunan Ilham tentang kebahagiaannya ketika berada di sini. Ilham segera melirik kearah bocah  yang sedang asyik bercermin di spion mobilnya tersebut.
“ Ckckck. Kamu bahkan tidak tahu bagaimana style potong rambut yang baik. “
“ Bilang aja kalau Loe tuh syirik sama gue karna gue udah punya pacar..” Wahyu mengedutkan alisnya ke arah Ilham.
Ilham hanya tersenyum simpul melihat tingkah sahabatnya itu. “ Punya pacar matre aja bangganya setengah langit.. “
“ Nah dari pada loe? Nggak pernah ngrasain yang namanya cinta sama sekali. Masih mending gue kan? “
“ Siapa bilang aku tidak pernah merasakan cinta?? “ Ilham bertanya dengan nada yang semakin meninggi.
“ Gue. Hehehe.. Kalau loe emang udah ngrasain, siapa orang itu? “
“ Cinta itu aku rasakan ketika aku berada di rumah ini. Saat aku bersama keluarga kamu..”
“ Maksudnya loe jatuh cinta sama salah satu anggota keluarga gue gitu? Whatt???? Nggak nyangka kalau selera loe ternyata masih seumuran adik gue.. “ Wahyu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memasang tampang prihatin ke arah Ilham.
“ Gila!! Emang kamu kira aku Eyang subur yang seleranya di bawah umur??? “
“ Hehehe.. barang kali aja gitu.. “
 Ilham terdiam sejenak mendengar perkataan Wahyu yang mengatakan ia belum pernah merasakan cinta tadi. Memang benar, selama ini dia belum pernah sama sekali merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta. Jangankan pacaran, dekat dengan cewek saja dia tidak pernah.
“ Ayo naik. Mau berangkat nggak? “ Ilham mulai mengakhiri lamunan dengan menstarter mobilnya.
“ Iya bentar ah.. nih juga mau naik. “ Wahyu pun masuk ke dalam mobil Ilham.
Selama beberapa waktu dalam perjalanan. Tak henti-hentinya Wahyu terus bercerita tentang pengalaman mimpinya sebagai detektif pencari cinta yang sesungguhnya. Dia terus mengomel sendiri layaknya titisan burung kakak tua yang terus mengoceh dalam kurungannya. Selama ini dia memang terkenal dengan bakat  kecerewetan yang dimilikinya. Ilham hanya menggelengkan kepala setiap kali harus melihat tingkah aneh sahabatnya itu. Jika dibandingkan dengan Wahyu, Ilham memang jauh lebih pendiam. Bahkan bisa dikatakan dia cool. Akan tetapi, aura ketampanannya tidak mampu dipungkiri lagi. Tidak ada satu cewek pun di kampusnya yang tidak mau dengannya. Hanya saja Ilham memang terkesan cuek dengan segala pujian mahasiswi-mahasiswi yang ada di kampusnya. Senyumnya sangat mahal untuk semua cewek di kampusnya.
Shiittttt!!! Ilham menghentikan laju mobilnya dengan tiba-tiba.
“ Adoohh!! Pelan-pelan ngapa? Sakit tau. “ Wahyu meringis kesakitan seraya memegang jidatnya yang terbentur jendela mobil.
“ Hehehe.. peace .. habis tuh mobil menghalangi jalan sih.. Ilham meringis kearah Wahyu.
Wahyu hanya melirik Ilham dengan tatapan geram. Lantas keduanya pun turun dari mobil.
Di susurinya koridor kampus yang sudah mulai terlihat lengang tersebut. Tak ada satupun mahasiswa yang berpapasan dengan mereka saat ini. matahari sudah mulai terlihat tinggi. Dan semua pintu kelas telah tetutup.
“ Eh kamu udah tahu kan kalau hari ini kita ulangan? “ Tanya Wahyu sambil membenahi rambutnya yang menculat karena terkena hembusan angin.
“ Udah. Emang kenapa? “ jawab Ilham dengan santai
“ Hehehe. Sip! Bagus. Berarti kamu udah belajar. Kalau gitu ntar aku ngutip punyamu ya? Aku tadi malam nggak belajar. Adik-adikku rewel terus dari kemarin. Mana sempat aku belajar?”
“ Aku emang tahu kalau hari ini ulangan. Tapi aku tahunya juga barusan dari kamu.. hahahaha”
“ Ilham!!!! Please deh. Nggak lucu tahu! Trus gue nanti ngutip kerjaannya siapa dong?? “ Wahyu memasang tampang melas.
“ Derita loe brow!! “ Ilham berlari duluan menuju kelas.
“ Woee!!! Tungguin ngapa.. “ Wahyu ikut berlari mengejar Ilham.
Mereka melaju dengan kecepatan kaki yang tidak lambat. Dan tanpa disadari tiba-tiba saja Braakk!!!  Ilham menabrak seseorang yang berpapasan dengannya. Ia menghentikan langkahnya dan melihat keadaan siswi yang ditabraknya tadi.
“ Kamu nggak papa? “ ilham bertanya pada cewek yang ditabraknya.
Siswi berjilbab itu tanpa sedikit pun menengok ke arah Ilham dan hanya berkata. “ Afwan ya akhi itu saja sedikit kata yang keluar dari mulut gadis itu.
            “ Maaf. Aku nggak sengaja “ dia mengulurkan tangannya ke arah  Zahra, nama siswi tersebut. Zahra bangkit dan tak menghiraukan uluran tangan Ilham dan langsung berlalu. Selama ini hampir semua siswi di kampus tersebut begitu antusias untuk mendapatkan Ilham. Akan tetapi nggak ada satupun yang dilirik Ilham. Tapi berbeda dengan Zahra yang malah melewatkan Ilham begitu saja tanpa arti. Dan yang lebih kagetnya lagi Ilham tidak pernah mengucap kata maaf kepada siapapun, hanya saat itulah mulut sombong Ilham kerasukan jin baik hingga mampu mengucapkan kata “maaf”.
            “ Hey, songong lu cewek, sewot amat? “ Ilham dengan nada menyindir.
            “ Afwan ya akhi “ Zahra menjawab dan berlalu dari tempat itu.
Wahyu yang dari tadi hanya bengong di belakang Ilham, mulai maju menghampiri sahabatnya.
            “ Yah. Payah loe men. Nabrak korban kok gak bisa milih, anak Rohis yang hijabnya segede parasut payung terjun loe tabrak,. Hah, payah, payah, dan payaaah banget loe. Kaya gue donk. Handal gitu loh. Sekali nabrak, dua tiga idola kampus kena. “ kata Wahyu seraya mengangkat kerah bajunya. “Iya kena, kena tampar loe-nya Ilham menyahut celoteh Wahyu. “Oh ya, ngemeng-ngemeng tapi kenapa ya kok tumbenan sang pengeran mau minta maaf gitu sama dia??? “
Ilham tak mendengarkan sedikitpun apa yang dikatakan sahabatnya itu. Dia terlihat begitu antusias menatap tajam Zahra dari arah belakang. “ Dia berbeda. Entah mengapa dari dulu aku melihat sesuatu yang beda darinya. Entah ini yang dinamakan cinta atau bukan, tapi aku tetap merasakan sesuatu yang berbeda  antara dia dengan siswi lain. “ Ilham berkata dalam hati.
            “ Woee!!! Kenapa bengong? “ Wahyu menepuk punggung Ilham dengan keras.
            “ Auww!! Apa-apa’an sih loe! “ Ilham meringis kesakitan.
            “ Hehehe. Maaf. Gue kira loe kesambet setan apaan tiba-tiba bengong gitu. “
            “ Dasar,“ Ilham kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas.
Suasana kelas masih tetap sama seperti biasanya. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang hobbinya nyanyi, ada yang belajar, ada yang nggosip, dan bahkan ada yang tertidur sampai mendengkur. Ilham segera melangkah kearah tempat duduknya. Sesaat ia menoleh ke arah bangku Zahra. Gadis berjilbab itu terlihat tengah membaca buku.
            “ Busyett!! Temen loe potong rambut gaya apa’an tuh? “ tanya Wawan sang ketua kelas ketika Ilham duduk di bangku sebelahnya.
Belum sempat Ilham mengatakan sepatah katapun, Wahyu telah menjawabnya terlebih dahulu.
            “ Loe pasti belum tahu style terbaru kan? Makanya update dong! Jangan gaptek! “
            “ Hahaha. Gaya apa’an? Gaya jambulnya syahrini? Hahahaha “ Wawan tertawa dengan keras.
            “ Tau ah. Susah kalau ngomong sama orang yang gaptek! “ Wahyu berlalu dari bangku Ilham dan kemudian menuju ke arah gerombolan siswa yang sedang membuat video lipssing.
            “ Hahaha. Aku benar-benar bingung. Bagaimana bisa orang setampan  loe berteman dengan bocah seaneh dia?” Wawan kembali berbicara ke arah Ilham.
            “ Entahlah. Aku sendiri juga tidak sadar.“
            Mereka melanjutkan pembicaraannya. Suasana kelas semakin terlihat gaduh. Sudah sekian lamanya mereka menunggu kedatangan dosen di kelas. Tapi sampai saat ini belum ada satu dosenpun yang hadir di kelas tersebut. Ilham melihat kanan kiri dari setiap sudut kelas tersebut. Pandangannya kembali terpusat pada satu-satunya mahasiswi yang berjilbab lebar di kelas itu.
“ Apa yang membuat dia berbeda dari yang lain? Dulu dia biasa saja seperti mereka. Tapi sekarang aku merasakan perbedaan itu. Apa mungkin ini yang Wahyu sering katakan dengan sebutan cinta? Namun apa yang aku cintai darinya? Dia bahkan tidak secantik bidadari “Ilham terus menerus memandangi Zahra. Ilham senyum-senyum sendiri.
            Siswi yang melihat senyuman Ilham langsung berteriak dengan histeris.
            “ Oh my god! Pangeranku tersenyum. Aahhh manis banget!! “
Semua mata kini tertuju kearah bangku Ilham. Selama ini Ilham memang jarang banget tersenyum apalagi kepada cewek. Ilham mulai bingung dengan situasi saat ini. Dia menjadi pandangan semua murid di kelas. Wahyu yang melihat kejadian tersebut segera berlari menuju bangku Ilham.
            “ Apa yang terjadi men? Mungkinkah kau.......... “ belum sempat Wahyu melanjutkan pembicaraannya, Ilham telah terlebih dulu menutup mulut bocah itu dengan tangannya. Wahyu berusaha melepas tangan Ilham. Tapi tangan Ilham terlalu kuat untuk bocah sekecil Wahyu. Ilham segera menyeret temannya itu keluar kelas. Sedangkan pandangan  semua siswa kini beralih ke arah Zahra yang tengah serius membaca novel islami.
            “Mau nrocos apa loe cebong?? “ Ilham melepaskan tangannya yang menutupi mulut Wahyu ketika tiba di depan pintu kelas.
            “ Huahh!! Gila loe! Bisa mati gue kalau loe gini’in satu menit lagi. Tangan loe bau terasi. Hahaha “ Wahyu mengusap mulutnya sendiri seperti ada kotoran yang melekat setelah terkena tangan Ilham.
            Ilham melirik geram ke arah sahabatnya yang usil itu. Sedangkan Wahyu hanya tersenyum cengengesan menatap Ilham. “ Hehehe. Peace men. Oh ya ternyata loe itu... “
Tanpa menunggu Wahyu menyelesaikan pembicaraannya, Ilham langsung berlalu dari hadapannya.
            “ Woee men! Mau kemana loe? “ Wahyu berteriak melihat Ilham yang telah berjalan jauh dari tempatnya.
            Ilham tidak menjawab teriakan Wahyu dan melanjutkan langkahnya begitu saja dari depan kelas.
            “ Eh, mau kemana tuh taplak? “ Wawan keluar dari kelas dan mendekati Wahyu.      
“ Hahh.. bodoh amat dia mau kemana. Kalau mukanya udah kaya gitu pasti lagi nggak mau di ganggu. Mending gue lanjutin buat video bareng anak-anak tadi aja “ Wahyupun masuk ke kelas. Ia melanjutkan kembali aktifitas gilanya bareng anak-anak yang lain. Sedangkan Wawan hanya memandang aneh ke arah bocah aneh yang telah masuk kelas itu.
            Sementara itu Ilham kini tengah berada pada sebuah taman yang letaknya tidak begitu jauh dari kampusnya. Di pandanginya pemandangan yang indah itu dan dirasakannya suasana yang perlahan mulai berubah menjadi damai. Ia menghempaskan tubuhnya pada rumput yang tertanam dengan indah di sekitar  kolam taman tersebut. Angin berhembus dengan mesra seakan mengajak menari kupu-kupu yang terbang kian kesana kemari. Sekilas ia lihat pasangan muda mudi yang bergandengan tangan di tempat tersebut.
            “ Akulah arjuna.. yang mencari arti cinta..” Ilham bangkit dari tidurnya dan berteriak ke arah tepi kolam. “ Wahai cinta, ajari aku tetangmu.“ Ia melanjutkan teriakannya. Namun yang keluar saat ini jauh lebih pelan dari pada suara yang sebelumnya. Ia mulai mendekatkan tubuhnya ke tepi kolam. Sesaat ia pandangi bayangan wajahnya dalam kolam tersebut. Dirabanya semua bagian wajahnya. Namun sesaat kemudian ia melempar batu kedalam bayangan wajahnya sendiri. dia terlihat sangat geram melihat bayangannya sendiri.
            “ Aachhh!!! Cinta! Cinta! Dan cinta! Apa kamu? Sadarkah cinta bahwa aku terus mencarimu! Mengapa di dunia ini aku selalu sendiri? mengapa? Mengapa tidak ada seorangpun mengajariku tetang cinta? Bahkan orang tuaku juga bersikap seperti itu.  Wahai cinta sejati, cinta yang tak akan pernah mati! Dimanakah aku akan menemukanmu? Mungkinkah aku sebenarnya sudah kenal cinta??“ Ilham kembali melempar batu ke dalam kolam.
            “ Kenapa nggak masuk kelas? “ suara Wahyu itu mengagetkan Ilham yang tengah berada dalam keadaan yang  frustasi. Ilham segera menoleh ke arah datangnya suara. Sesaat ia terkejut setengah mati, karena Wahyu yang datang dihadapannya saat ini terlihat cool.
            “ Ngapain kamu di sini, cebong? “ Ilham  balik bertanya.
            “ Nggak papa. Tadi cuma sempat mendengar sekilas tentang teriakan seseorang yang berkelana mencari cinta sejati dalam hidupnya.. “
Ilham tercengang menatap sohibnya yang satu itu. Ia terdiam dan terus menatap Wahyu dengan tatapan tajam. Wahyu memang anak paling gila dan gokil, tapi kalo dia lagi “kesurupan” sekonyong-konyong jadi bijak.
            “ Kamu benar-benar tidak pernah merasa di cintai? “
Ilham menggelengkan kepalanya. Lantas menjawab dengan suara lemah. “ Aku memiliki semuanya. Aku mampu mendapatkan apapun yang aku inginkan. Tapi aku tidak pernah merasa bahagia. Karena aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya mencintai dan dicintai.. “ Ilham tertunduk lemas.
            “ Kamu lupa akan satu hal.. “ Wahyu mengalihkan pandangannya ke dalam kolam.
            “ Maksudnya? “ Ilham kembali melempar batu ke dalam kolam.
            “ Pernahkah kamu berfikir bahwa ada dzat lain yang begitu menyayangimu dengan tulus?? Dia terus menyayangimu tanpa kamu menyadarinya..“
Ilham menghentikan aktifitasnya sesaat. Ia segera menoleh kearah gadis tersebut dengan dahi berkerut. “ Siapa yang kamu maksud? “
            “ Cobalah pejamkan matamu untuk sesaat. “
Ilham mengikuti perkataan Wahyu. Ia mulai memejamkan matanya dengan perlahan.
            “ Apa yang kamu rasakan saat ini? “ Wahyu bertanya lagi.
            “ Aku tidak merasakan apapun. Hanya hembusan angin yang kian terasa mengusik. “
            “ Apakah kamu bisa bernafas dengan mudah? “
            “ Yah. Bahkan sangat mudah.” Ilham terus memejamkan matanya.
            “ Apakah sekarang kamu belum merasa dicintai? “ Si gokil itu memandang ke arah Ilham yang masih memejamkan matanya.
Sesaat kemudian, Ilham membuka matanya secara perlahan. Setelah mendengar pertanyaan Wahyu yang baru di ucapkannya, ia semakin penasaran dengan kalimat yang akan di ucapkan Wahyu selanjutnya. 
“ Aku belum merasakannya.. “ Ilham menjawab dengan pelan tanpa mengalihkan pemandangannya dari wajah Wahyu.
            “ Tidakkah kamu pernah berfikir dengan mereka yang terkapar lemah ketika harus berada di rumah sakit? Mereka yang membutuhkan oksigen sampai harus merelakan berapapun biaya yang harus dibayar untuk kesembuhan mereka? Bandingkan dengan keadaanmu saat ini. Kamu bisa bernafas dengan mudah tanpa harus membayar sepeserpun. Bahkan kamupun mampu seandainya harus membayar juga. Sekarang apa kamu belum merasa dicintai-Nya juga? “ Wahyu mengahiri sabda “kesurupannya” dengan nada semakin meninggi.
            “Eh Taplak, gue tahu loe sekaraag sedang mikirin Zahra kan?” tanya Wahyu sebagai “love expert”. “Menurut loe?”  jawab Ilham. “Hahahaha, wahai saudaraku aku sudah lama hidup denganmu jadi aku tau siapa kamu. Dekatilah dia. Buktikan cintamu.” Ilham merenung mendengar kata-kata karibnya itu.
            “Caranya gimana?” tanya Ilham dengan muka berharap. “Ah, taplak lu, taplak meja kantin. Kita semua tahukan kalo Zahra itu aktivis di Rohis. Nah, itu jalanmu bro, masuk Rohis.” “Gila loe, loe kan tahu, gue kan gak pernah betah sama yang gitu-gituan” Ilham dengan kaget. “I know do you feel bro,tapi kan demi cintamu, gak apaplah. Oke?” sebutir semangat dari Wahyu. “Okey dah, Gue besok mulai jadi aktivis Rohis, hhehe.”
           
            Keesokan harinya dengan alih-alih ingin mendekati Zahra, Ilham daftar sebagai anggota rohis. Hari itu dia bertemu dengan Husni. “Asslalmualaikum, selamat siang”. “Walikumsalam, selamat siang. Ada perlu apa ya?” tukas Husni dengan senyum ramah ala anak Rohis. “Jadi gini Mas, saya  tertarik sekali dengan kegiatan rohis di kampus. Apakah saya bisa mengikuti kegiatan Rohis?”. “Alhamdulillah, Bisa banget, mungkin Allah telah membukakan pintu hiddayah buat antum,” kata Husni sambil tersenyum sumringah.
            Hari itu Ilham resmi menjadi salah satu anggota Rohis. Hari ini ketepatan hari selasa, hari dimana akan dilaksanakan liqa’ evaluasi mingguan. Sehingga ILham baru jadi anggota langsung di ajak pertemuan. “Yes, berhasil, nanti aku bisa bertemu dengan Zahra,” gumam Ilham dalam hati. “Zahra, tunggu akhi Ilham ya, hehe” Ilham terus bergumam percaya diri dalam hati.
            Sore hari setelah selesai Ashar liqa’ pun dimulai. Betapa terkejutnya Ilham, ternyata dalam pertemuan ini antara ikhwan dan akhwat di batasi dengan hijab yang membentang tinggi dan panjang. “Buseeeet, Wahyu cebong, idenya gatot.” Hari itu ternyata tidak hanya ada pertemuan biasa tapi juga ada kajian hadist. Karena sudah ikut Ilham tidak bisa keluar. Dengan hati yang gusar gundah gulana Ilham mencoba untuk menikmatinya.
            “Subhanallah, luar biasa” seru Ilham dalam hatinya dengan perasaan haru dan bahagia. Hari ini ustadznya memberi materi tentang tujuh kelompok orang yang akan dinaungi Allah ketika hari dimana tidak ada naungan lagi kecuali dari naungan Allah. Dia mengingat-ingat materi yang diberikan oleh ustadz tadi. Kurang lebih seperti ini : “Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda Nabi SAW: tujuh macam orang yang bakal dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari tiada naungan lagi keculai naungan Allah; (1) Pemimpin atau raja yang adil. (2) Pemuda yang rajin dalam ibadah. (3) Seorang yang hatinya bertautn dengan masjid. (4) Dua orang yang kasih saying karena Allah, baik waktu berkumpul atau berpisah. (5) Seorang laki yang diajak berlaku curang oleh wanita bangsawan cantik kemudian dia berkata: saya takut kepada Allah. (6) Seorang bersedekah dengan diam-diam sehingga tangan kirinya taidaklah tahu apa yang disedekahkan tangan sebelah kananya. (7) Seorang yang ingat dzikir pada Allah dengan sendirian, maka mencucurkan air mata.”
            Setelah sore itu, seolah-olah dia telah menemukan bagian yang hilang dalam hidupnya. Bagian yang hampa kini terisi penuh oleh lautan hidayah. Hati yang beku kini mencair karena kehangatan hidayah. Ilham memasuki rumah dengan senyuman, “Assalamualaikum.”
“Iya, siapa ya,” seru Bi Inah sambil berlari menghampiri pintu, “Loh. Den, ternyata anda to? Saya kira siapa. Tumben gak langsung masuk, malah pakek salam segala?”
“Sunahnya gitu Bi, kita itu harus hidup sesuai sunnah nabi agar kita dapat safaatnya di hari akhir.”
“Ow, gitu ya Den,”  manguk-manguk Bik Inah menanggapi ceramah Ilham.
            Keesokan hari Ilham berusaha bangun pagi dan pergi shalat subuh berjamaah di masjid. Ilham belum shalat lagi setelah terakhir SMP kelas tiga saat ujian praktek Shalat subuh. Dengan hati yang gembira dia melangkah ke masjid. Ia teringat kembali perkataan sang ustadz sore itu, bahwa kita ini semuanya adalah milik Allah, dan akan kembali kepada Allah. Dia juga ingat bahwa ketika manusia kembali kesisi Allah harus sudah membawa bekal yang cukup karena nanti ada hari dimana semua yang kita lakukan ada tanggungjawabnya. Termasuk dalam hal kasih sayang. Kasih sayang akan membawa berkah jika kasih sayang itu hanya karena Allah dan hanya untuk beribadah kepada Allah.
            Hari ini Ilham ke rumah Wahyu pagi-pagi sekali. “Assalamualaikum,” suara Ilham merdu. “walaikum salam,” seisi rumah wahyu menganga dan tak berkedip menjawab salam Ilham bagai regu kur upacara tujuhbelasan. “Woe, taplak, kerasukan jin apa lho?’ ilham memecah suasana. “Gak ada apa-apa kok, hehehe.” “Pasti lho udah dicuci otak loe kemarin pas ada rapat ya, atau Zahra yang cuci otakmu.” “Astagfirullah, ya gak lah, aku malah gak menghiraukan lagi Zahra,  aku sudah tahu apa itu kasih, apa itu sayang. Tapi bukan dengan Zahra,’ “Lalu dengan siapa” potong wahyu. “Rahasia, hehe” sahut Ilham. “Ayo berangkat yuk.”
            “Asslamualaikum, akhi Ilham” sapa Husni. “Walaikumsalam mas Husni” Ilham menjawab dengan senyuman. “Akhi sudah tahu apa belum nanti di masjid As-Salam di Jalan Bend. Riam kanan ada kajian kitab Riyadus Shalihin, datang ya, Insya Allah manfaaat.” Kata Hsni.  “Iya mas, dimulai jam berapa ya?” tanya Ilham. “Bakda Maghrib akhi,” “Iya mas Insya Allah saya datang.”
            “Wahyu, ikut aku yuk,” kata Ilham merayu.
            “Kemana?” tanya balik Awahyu.
            “Udah deh, ikut yuk gak bakalan nyesel kok”
           
            Mereka berdua langsung berangkat ke masjid As-Salam. Setibanya di masjid Wahyu malah terheran-heran. Wahyu kenal dengan Ilham, dia tahu Ilham gak akan betah sama yang gini-ginian. Tapi hari ini aneh, Ilham malah mengajak wahyu ke masjid.
“Lho nglindur Ham?”
“Apa?”
“Loe kan gak pernah betah sama yang berbau agama, apalagi shalat berjamaah kayak gini. Kayaknya seumur-umur loe belum pernah deh shalat berjamaah.”
“Hehe, Dulu aku gak kenal diriku siapa, dan untuk apa, dan akan kemana. Alhamdulillah, kini aku sudah tahu siapa, harus apa, dan mau kemana aku nanti.”
“Jadi, kita beneran mau shalat di sini?”
“Bener banget, tapi tidak hanya itu…?” ILham dengan tersenyum misterius.
“Maksudnya?”
“Udahlah, ntar juga tahu.”
“Arggg, taplak loe,”
“eeee, panggil saudara yang bener dong Mas Wahyu!”
“iyaaaa.”
Di Masjid As-Salam mereka berdua shalat magrhib berjamaah. Selesai shalat maghrib merekapun tidak langsung pulang. Wahyu sebenernya dengan alasan bertubi-tubi mengajak Ilham pulang, tapi selalu di tolak Ilham. Husni pun melihat dan mendekat menghampiri mereka. Tidak lama kemudian, kajian pun dimulai.
“Ham, pulang yuk. Shalatnya kan udah, mau apa lagi?”
“Tunggu dulu.”
“Apa lagi yang ditunggu?”
“hari ini ada kajian kitab Riyadus Shalihin, kita dengerin dulu!”
“What? Wah gak beres ini. pulang yuk!”
“loh. Gimana sih, ada orang mau ngaji kok gak beres. Orang ngaji itu baik kali, bisa cari pengalaman dari hadits-hadits Nabi SAW yang dibacakan Pak Ustadz ?
“iya, tapi kamu kok sederastis ini. padahal baru kemarin sore kamu kenal agama.”
“Sebenarnya, aku sudah memikirkan lama sekali tentang siapa aku, mengapa aku diciptakan, dan kemana kah aku nanti pergi. Alhamdulillah, semua pertanyaanku tersebut telah terjawab pada sebar forum kajian kecil di pojok masjid kampus.”
“Hanya itu dan kamu jadi seperti ini?”
“Iya, tapi ya gak tahu lah, mungkin ini juga salah satu kuasa Illahi”
Tidak lama Husni pun datang. “Assalamualaikum Akhi Ilham?”
“Walaikumsalam Mas Husni, Tadi Sahalat jamaah di sini juga ya Mas?”
“Iya, tadi saya disebelah selatan Akhi.”
“Oh, iya mas kenalin ini teman Saya, namanya Wahyu, Anak Teknik Sipil juga satu angkatan.”
“Husni,” menjawab dengan ramah sambil mengulurkan tangan untuk berjabatan.
“Wahyu.” Wahyu menjawab agak malu-malu.
“Antum satu angkatan ya sama Akhi Ilham.”
“Iya Mas, Ilham ini dari TK ikut aku terus. Gak bisa jauh dari saya mas anak ini.” Wahyu membuka percakapan dengan sedikit celoteh khasnya.
“Hehe, antum suka bercanda ya. Alhamdulillah, tampaknya kajian mulai di mulai.”
Setelah akhir semester genap dan sudah mulai libur semester genap sekitar lima bulan setelah hari pertama ikut Liqa’ Ilham kini sudah tidak canggung lagi dengan kegiatan semacam ini. beberapa bulan dia telah menjadi kader dari LDK dan Rohis kampus. Hari-harinya di isi dengan mengikuti kajian-kajian di Masjid  dan juga dengan meluangkan waktu untuk menjadi aktivis dakwah. Ilham juga mejadi aktivis sosial peduli anak yatim, dengan merayu kedua orang tuanya dengan ceramahnya orang tuanya membangun sebah panti asuhan yang di urus oleh Ilham dan beberapa rekanya.
 Buku-buku Sirah Nabawiyah dan buku kumpulan Hadist dari yang berukuran mini sampai yang oversiz,kini menghiasi kamarnya. Kaset-kaset DVD A7x, Paramore, LP, Green Day, Metalica, dan sebangsanya kini telah disimpan di gudang. Rak kumpulan kaset kini berisi lagu-lagu Nasyid yang bertemakantauhid sampai jihad. Kamarnya pun berisi lafadz kalamullah, juga tulisan LaaillahaillallahMuhamadurasullah besar di tembok bagian atas kamarnya. Poster-poster band rock, metal, scream dan satanic pun dia bakar, kini dia ganti dengan seni kaligrafi.
Ilham sekarang juga belajar membaca Al-Quran. Ilham sebenarnya dulu pas duduk di bangku SD sudah bisa membaca Al-Quran secara lancer untuk ukuran anak SD, akan tetapi karena lama tidak di asah jadi agak tersendat-sendat. Ilham termasuk anak yang pandai, selama kurang dari dua bulan dia sudah lulus tes Tahsinul Qur’an. Akhir-akhir ini dia pun juga sudah memperoleh sertifikat untuk mengajar membaca Al-Qur’an metode Ummi.
Sore hari setelah kuliah Wahyu dan Ilham beristirahat sebentar setelah Shalat jamaah Ashar. Kini Wahyu pun ikut menjadi anggota Rohis. Wahyu setiap hari, dan setiap bertemu Ilham pasti oleh ILham selalu diceramahi, sehingga wahyu pun pintu hatinya terbuka.
“Ilham, kamu ingat gak kapan pertama kali kamu ke sini untuk Liqa’?
“lupa aku, kapan ya?”
“hehe, kan dulu pertamakali ikut Liqa’ pas kamu ngejar-ngejar Ukhti Zahra.”
“MasyaAllah, iya aku sekarang ingat ya Akhi.”
“Dan kamu tahu sekarang ukhti Zahra kabarnya bagaimana?”
“Alhamdulillah aku sekarang tidak memikirkanya. Aku sangat berterima kasih kepada dirinya, tidak lebih dari itu.”
“Berterima kasih karena apa?’
“Ana sangat berterimakasih karena secara tidak langsung dilah yang membawaku kesini. Antum juga tahu itu kan?”
“Iya, Ana juga tahu kok. Hehe kalo sekarang tau suatu hari nanti dipertemukan diplaminan oleh Allah gimana?”
“Akhi, ana gak berfikiran sejauh itu tentang Zahra, memang dahulu aku sangat menyukainya, tapi kini cintaku hanya untuk Allah, Rasul-Nya dan juga Agama yang dibawa Rasul-Nya. Seandainya itu pun terjadi, aku menikahinya bukan kaena nafsuku dulu, tapi kerena semata-mata untuk menyempurnakan agamaku, untur kesempurnaan ibadahku. Seandainya suatu hari nanti dia oleh Allah dipertemukan denganku dalam sebuah plaminan, maka hal tersebut semata-mata karena ibadahku. Ibadahku untuk mengikuti salah satu perintah Allah dan sunnah rasul tidak lebih dari itu ya Akhi.”
“Iya Akhi, ana sangat megerti tetang Antum. Jika Antum telah memilih, maka antum akan bersungguh-sungguh. Antum telah memilih untuk memperjunagkan agama Allah. Dan antum juga jangan lupa, menikah itu juga memperjuangkan agama antum. Nikah itu bisa melahirkan keturunan yang bisa kita bina agar menjadi anak-anak yang shaleh dan berguna bagi Agamanya.”
“Antum sangat benar ya Akhi.”

--end—
Mencintai-Mu adalah hal yang indah dalam hidupku,
Sekarang ku percaya, aku bisa merasakan waktunya.
Tak harus melihat wujud-Mu
Tak harus selalu berusaha mendekap-Mu,
Agar aku selalu dekat dengan diri-Mu,
Karena sekarang aku percaya,
Bahwa engkau adalah cinta yang sesungguhnya.

Harga mati bagiku, untuk berjuang dijalan-Mu.