Ilham menghempaskan tubuhnya diatas kasur seraya menatap
langit-langit kamarnya. Kamar yang berukuran sangat luas dan indah itu terlihat sangat megah dengan berbagai
hiasan kamar yang tidak ternilai harganya. Gorden mewah dengan bermotifkan kain
sutera terlihat begitu indah mewarnai kamar tersebut. Di sudut kamar bagian
barat terdapat berbagai koleksi buku yang tertata rapi. Sedangkan di sebelah
utara kamar terdapat berbagai perlengkapan musik mulai dari gitar dan
kawan-kawannya. Selain itu di langit-langit kamar terlukiskan sebuah gambar
bintang dan bulan lengkap dengan keadaan dan kehidupan dunia awan, sehingga
dengan menatap gambar tersebut Ilham akan merasakan sebuah ketenangan dalam hatinya.
“ Aku punya
segalanya. Tapi kenapa aku tidak pernah bahagia? Aku tidak pernah merasakan
bagaimana rasanya disayangi.. “
Ilham menghela nafas. Dia teringat kehidupannya selama ini.
Dia memang memiliki segalanya. Segala kebutuhan fisiknya bisa terpenuhi. Tapi
tidak untuk kebutuhan rohaninya. Orang tuanya jarang sekali berada di rumah dan
lebih sering pergi ke luar kota karena urusan pekerjaan. Sesekali mereka hanya mampir ke rumah sebentar dan
cukup menanyakan apakah uang bulanan Ilham masih ada atau sudah habis. Rumah yang besar tersebut hanya dihuni oleh
Ilham dan 3 orang pembantu dalam. Itulah kenapa Ilham merasa dirinya tidak
pernah dicintai.
Matahari sudah mulai
terlihat naik. Berbagai suara kendaraan
mulai terdengar bising di setiap jalan raya. Ilham segera beranjak dari tempat
tidurnya. Dilihatnya jam yang melekat
pada pergelangan tangan kanannya. Waktu telah menunjukkan pukul 07.45 . Segera
diraih tas yang tergeletak disamping tubuhnya. Dan selepas itu ia langsung
bergegas menuju kampus.
Ia berjalan menuruni setiap tangga rumahnya. Dengan muka
yang terkesan jarang membentuk ekspresi ramah, ia melanjutkan langkahnya menuju
bagasi. Belum sempat ia naik ke dalam mobilnya, tiba-tiba saja wanita yang berumuran lebih tua darinya yaitu Bi Inah datang dengan membawa telephon rumah.
“ Den, tadi ibu telvon. Nanyain apakah uang aden bulan ini
masih ada atau sudah habis..”
Ilham memalingkan mukanya keluar. Lantas menjawab dengan
nada datar. “ Bilang aja uang dari bulan-bulan kemarin bahkan tidak pernah terpakai..
“ tanpa basa-basi lagi ia langsung masuk kedalam mobilnya dan melesat begitu
saja.
Sang pembantu hanya
menggelengkan kepala melihat ulah majikannya tersebut. Kemudian ia pun kembali
melanjutkan aktifitasnya membersihkan rumah.
XXXXXX
Ilham memarkir mobilnya di depan halaman rumah Wahyu . Wahyu
adalah sahabat Ilham dari kecil. Mereka sudah berteman Sejak masuk TK. Mereka
sudah seperti best couple. Kemanapun
keduanya melangkah, mereka selalu
berdua. Ilham memandang rumah itu sejenak. Rumah Wahyu memang tidak berukuran
besar, akan tetapi rumah tersebut selalu ramai dengan segala isinya. Ibu dan
ayah Wahyu hanya bekerja sebagai petani biasa. Tapi kehidupan mereka jauh lebih
bahagia dibandingkan dengan kehidupan Ilham. Rumah Wahyu selalu ramai dengan
segala celoteh adiknya yang masih berumuran 3 tahun. Jadi tak heran kalau
Ilham sering main ke rumah sahabatnya
itu untuk melepas penat sesaat. Dia merasa jauh lebih nyaman berada di rumah
yang sederhana itu dari pada tinggal di rumahnya sendiri.
“ Gimana gaya rambut gue hari ini..? “ tiba-tiba saja Wahyu
datang membuyarkan semua lamunan Ilham tentang kebahagiaannya ketika berada di
sini. Ilham segera melirik kearah bocah
yang sedang asyik bercermin di spion mobilnya tersebut.
“ Ckckck. Kamu bahkan tidak tahu bagaimana style potong rambut yang baik. “
“ Bilang aja kalau Loe tuh syirik sama gue karna gue udah
punya pacar..” Wahyu mengedutkan alisnya ke arah Ilham.
Ilham hanya tersenyum simpul melihat tingkah sahabatnya itu.
“ Punya pacar matre aja bangganya setengah langit.. “
“ Nah dari pada loe? Nggak pernah ngrasain yang namanya
cinta sama sekali. Masih mending gue kan? “
“ Siapa bilang aku tidak pernah merasakan cinta?? “ Ilham
bertanya dengan nada yang semakin meninggi.
“ Gue. Hehehe.. Kalau loe emang udah ngrasain, siapa orang itu? “
“ Cinta itu aku rasakan ketika aku berada di rumah ini. Saat
aku bersama keluarga kamu..”
“ Maksudnya loe jatuh cinta sama salah satu anggota keluarga
gue gitu? Whatt???? Nggak nyangka kalau selera loe ternyata masih seumuran adik
gue.. “ Wahyu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memasang tampang prihatin
ke arah Ilham.
“ Gila!! Emang kamu kira aku Eyang subur yang seleranya di bawah umur??? “
“ Hehehe.. barang kali aja gitu.. “
Ilham terdiam sejenak
mendengar perkataan Wahyu yang mengatakan ia belum pernah merasakan cinta tadi.
Memang benar, selama ini dia belum pernah sama sekali merasakan bagaimana
rasanya jatuh cinta. Jangankan pacaran, dekat dengan cewek saja dia tidak pernah.
“ Ayo naik. Mau berangkat nggak? “ Ilham mulai mengakhiri
lamunan dengan menstarter mobilnya.
“ Iya bentar ah.. nih juga mau naik. “ Wahyu pun masuk ke
dalam mobil Ilham.
Selama beberapa waktu dalam perjalanan. Tak henti-hentinya
Wahyu terus bercerita tentang pengalaman mimpinya sebagai detektif pencari
cinta yang sesungguhnya. Dia terus mengomel sendiri layaknya titisan burung
kakak tua yang terus mengoceh dalam kurungannya. Selama ini dia memang terkenal
dengan bakat kecerewetan yang
dimilikinya. Ilham hanya menggelengkan kepala setiap kali harus melihat tingkah
aneh sahabatnya itu. Jika dibandingkan dengan Wahyu, Ilham memang jauh lebih
pendiam. Bahkan bisa dikatakan dia cool.
Akan tetapi, aura ketampanannya tidak mampu dipungkiri lagi. Tidak ada satu
cewek pun di kampusnya yang tidak mau dengannya. Hanya saja Ilham memang
terkesan cuek dengan segala pujian mahasiswi-mahasiswi yang ada di kampusnya. Senyumnya sangat mahal untuk
semua cewek di kampusnya.
Shiittttt!!! Ilham menghentikan laju mobilnya dengan
tiba-tiba.
“ Adoohh!! Pelan-pelan ngapa? Sakit tau. “ Wahyu meringis
kesakitan seraya memegang jidatnya yang terbentur jendela mobil.
“ Hehehe.. peace ..
habis tuh mobil menghalangi jalan sih..“
Ilham meringis kearah Wahyu.
Wahyu hanya melirik Ilham dengan tatapan geram. Lantas
keduanya pun turun dari mobil.
Di susurinya koridor kampus yang sudah mulai terlihat
lengang tersebut. Tak ada satupun mahasiswa yang berpapasan dengan mereka saat
ini. matahari sudah mulai terlihat tinggi. Dan semua pintu kelas telah tetutup.
“ Eh kamu udah tahu kan kalau hari ini kita ulangan? “ Tanya
Wahyu sambil membenahi rambutnya yang menculat karena terkena hembusan angin.
“ Udah. Emang kenapa? “ jawab Ilham dengan santai
“ Hehehe. Sip! Bagus. Berarti kamu udah belajar. Kalau gitu
ntar aku ngutip punyamu ya? Aku tadi malam nggak belajar. Adik-adikku rewel
terus dari kemarin. Mana sempat aku belajar?”
“ Aku emang tahu kalau hari ini ulangan. Tapi aku tahunya
juga barusan dari kamu.. hahahaha”
“ Ilham!!!! Please deh. Nggak lucu tahu! Trus gue nanti
ngutip kerjaannya siapa dong?? “ Wahyu memasang tampang melas.
“ Derita loe brow!! “ Ilham berlari duluan menuju kelas.
“ Woee!!! Tungguin ngapa.. “ Wahyu ikut berlari mengejar
Ilham.
Mereka melaju dengan kecepatan kaki yang tidak lambat. Dan
tanpa disadari tiba-tiba saja Braakk!!!
Ilham menabrak seseorang yang berpapasan dengannya. Ia menghentikan
langkahnya dan melihat keadaan siswi yang ditabraknya tadi.
“ Kamu nggak papa? “ ilham bertanya pada cewek yang
ditabraknya.
Siswi berjilbab itu tanpa sedikit pun menengok ke arah Ilham dan hanya berkata.
“ Afwan ya akhi “
itu saja sedikit kata yang keluar dari mulut gadis itu.
“ Maaf. Aku
nggak sengaja “ dia mengulurkan tangannya ke arah Zahra, nama siswi tersebut. Zahra bangkit dan tak menghiraukan
uluran tangan Ilham dan langsung berlalu.
Selama ini hampir semua siswi di kampus tersebut begitu antusias untuk
mendapatkan Ilham. Akan tetapi nggak ada satupun yang dilirik Ilham. Tapi berbeda dengan Zahra yang
malah melewatkan Ilham begitu saja tanpa arti. Dan yang lebih kagetnya lagi Ilham tidak pernah mengucap
kata maaf kepada siapapun,
hanya saat itulah mulut sombong Ilham kerasukan jin baik hingga
mampu mengucapkan kata “maaf”.
“ Hey, songong lu cewek, sewot amat? “ Ilham dengan
nada menyindir.
“ Afwan ya akhi “ Zahra menjawab dan berlalu dari tempat itu.
Wahyu yang dari tadi hanya bengong di belakang Ilham, mulai
maju menghampiri sahabatnya.
“ Yah.
Payah loe men. Nabrak korban
kok gak bisa milih, anak Rohis yang hijabnya segede parasut payung terjun loe
tabrak,. Hah, payah, payah, dan payaaah
banget loe. Kaya gue donk. Handal gitu
loh. Sekali nabrak, dua tiga idola kampus
kena. “ kata Wahyu seraya mengangkat kerah
bajunya. “Iya kena, kena tampar loe-nya “
Ilham menyahut celoteh Wahyu. “Oh ya,
ngemeng-ngemeng tapi kenapa ya kok tumbenan sang pengeran mau minta maaf gitu
sama dia??? “
Ilham tak mendengarkan sedikitpun apa yang dikatakan
sahabatnya itu. Dia terlihat begitu antusias menatap tajam Zahra dari arah
belakang. “ Dia berbeda. Entah mengapa
dari dulu aku melihat sesuatu yang beda darinya. Entah ini yang dinamakan cinta
atau bukan, tapi aku tetap merasakan sesuatu yang berbeda antara dia dengan siswi lain. “ Ilham
berkata dalam hati.
“ Woee!!!
Kenapa bengong? “ Wahyu menepuk punggung Ilham dengan keras.
“ Auww!!
Apa-apa’an sih loe! “ Ilham meringis kesakitan.
“ Hehehe.
Maaf. Gue kira loe kesambet setan apaan tiba-tiba bengong gitu. “
“ Dasar,“ Ilham kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas.
Suasana kelas masih tetap sama seperti biasanya. Mereka
sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang hobbinya nyanyi, ada yang
belajar, ada yang nggosip, dan bahkan ada yang tertidur sampai mendengkur.
Ilham segera melangkah kearah tempat duduknya. Sesaat ia menoleh ke arah bangku
Zahra. Gadis berjilbab itu terlihat tengah membaca buku.
“ Busyett!!
Temen loe potong rambut gaya apa’an tuh? “ tanya Wawan sang ketua kelas ketika
Ilham duduk di bangku sebelahnya.
Belum sempat Ilham mengatakan sepatah katapun, Wahyu telah
menjawabnya terlebih dahulu.
“ Loe pasti
belum tahu style terbaru kan? Makanya
update dong! Jangan gaptek! “
“ Hahaha.
Gaya apa’an? Gaya jambulnya syahrini? Hahahaha “ Wawan tertawa dengan keras.
“ Tau ah.
Susah kalau ngomong sama orang yang gaptek! “ Wahyu berlalu dari bangku Ilham
dan kemudian menuju ke arah gerombolan siswa yang sedang membuat video lipssing.
“ Hahaha.
Aku benar-benar bingung. Bagaimana bisa orang setampan loe berteman dengan bocah seaneh dia?” Wawan
kembali berbicara ke arah Ilham.
“ Entahlah.
Aku sendiri juga tidak sadar.“
Mereka
melanjutkan pembicaraannya. Suasana kelas semakin terlihat gaduh. Sudah sekian
lamanya mereka menunggu kedatangan dosen di kelas. Tapi sampai saat ini belum
ada satu dosenpun yang hadir di kelas tersebut. Ilham melihat kanan kiri dari setiap sudut kelas tersebut. Pandangannya kembali terpusat
pada satu-satunya mahasiswi yang berjilbab lebar di
kelas itu.
“ Apa
yang membuat dia berbeda dari yang lain? Dulu dia biasa saja seperti mereka.
Tapi sekarang aku merasakan perbedaan itu. Apa mungkin ini yang Wahyu sering
katakan dengan sebutan cinta? Namun apa yang aku cintai darinya? Dia bahkan
tidak secantik bidadari “Ilham
terus menerus memandangi Zahra. Ilham senyum-senyum sendiri.
Siswi yang
melihat senyuman Ilham langsung berteriak dengan histeris.
“ Oh my god! Pangeranku tersenyum. Aahhh
manis banget!! “
Semua mata kini tertuju kearah bangku Ilham. Selama ini
Ilham memang jarang banget tersenyum apalagi kepada cewek. Ilham mulai bingung
dengan situasi saat ini. Dia menjadi pandangan semua murid di kelas. Wahyu yang
melihat kejadian tersebut segera berlari menuju bangku Ilham.
“ Apa yang
terjadi men? Mungkinkah kau.......... “ belum sempat Wahyu melanjutkan
pembicaraannya, Ilham telah terlebih dulu menutup mulut bocah itu dengan
tangannya. Wahyu berusaha melepas tangan Ilham. Tapi tangan Ilham terlalu kuat
untuk bocah sekecil Wahyu. Ilham segera menyeret temannya itu keluar kelas.
Sedangkan pandangan semua siswa kini
beralih ke arah Zahra yang tengah serius membaca novel islami.
“Mau nrocos apa loe cebong?? “
Ilham melepaskan tangannya yang menutupi mulut Wahyu ketika tiba di depan pintu
kelas.
“ Huahh!!
Gila loe! Bisa mati gue kalau loe gini’in satu menit lagi. Tangan loe bau
terasi. Hahaha “ Wahyu mengusap mulutnya sendiri seperti ada kotoran yang
melekat setelah terkena tangan Ilham.
Ilham
melirik geram ke arah sahabatnya yang usil itu. Sedangkan Wahyu hanya tersenyum
cengengesan menatap Ilham. “ Hehehe. Peace men. Oh ya ternyata loe itu... “
Tanpa menunggu Wahyu menyelesaikan pembicaraannya, Ilham
langsung berlalu dari hadapannya.
“ Woee men!
Mau kemana loe? “ Wahyu berteriak melihat Ilham yang telah berjalan jauh dari
tempatnya.
Ilham tidak
menjawab teriakan Wahyu dan melanjutkan langkahnya begitu saja dari depan
kelas.
“ Eh, mau kemana tuh taplak? “ Wawan keluar dari kelas dan mendekati Wahyu.
“ Hahh.. bodoh amat dia mau kemana. Kalau mukanya udah kaya
gitu pasti lagi nggak mau di ganggu. Mending gue lanjutin buat video bareng
anak-anak tadi aja “ Wahyupun masuk ke kelas. Ia melanjutkan kembali aktifitas
gilanya bareng anak-anak yang lain. Sedangkan Wawan hanya memandang aneh ke
arah bocah aneh yang telah masuk kelas itu.
Sementara
itu Ilham kini tengah berada pada sebuah taman yang letaknya tidak begitu jauh
dari kampusnya. Di pandanginya pemandangan yang indah itu dan dirasakannya
suasana yang perlahan mulai berubah menjadi damai. Ia menghempaskan tubuhnya
pada rumput yang tertanam dengan indah di sekitar kolam taman tersebut. Angin berhembus dengan
mesra seakan mengajak menari kupu-kupu yang terbang kian kesana kemari. Sekilas
ia lihat pasangan muda mudi yang bergandengan tangan di tempat tersebut.
“ Akulah
arjuna.. yang mencari arti
cinta..” Ilham bangkit dari tidurnya dan berteriak ke arah
tepi kolam. “ Wahai cinta,
ajari aku tetangmu.“ Ia melanjutkan
teriakannya. Namun yang keluar saat ini jauh lebih pelan dari pada suara yang
sebelumnya. Ia mulai mendekatkan tubuhnya ke tepi kolam. Sesaat ia pandangi
bayangan wajahnya dalam kolam tersebut. Dirabanya semua bagian wajahnya. Namun
sesaat kemudian ia melempar batu kedalam bayangan wajahnya sendiri. dia
terlihat sangat geram melihat bayangannya sendiri.
“ Aachhh!!!
Cinta! Cinta! Dan cinta! Apa
kamu? Sadarkah cinta bahwa aku terus mencarimu! Mengapa di dunia ini aku selalu
sendiri? mengapa? Mengapa tidak ada seorangpun mengajariku tetang cinta? Bahkan orang tuaku juga bersikap seperti itu. Wahai cinta sejati, cinta yang tak akan
pernah mati! Dimanakah aku akan menemukanmu? Mungkinkah aku sebenarnya sudah kenal cinta??“ Ilham kembali melempar batu ke dalam kolam.
“ Kenapa nggak
masuk kelas? “ suara Wahyu itu mengagetkan Ilham yang tengah berada dalam keadaan
yang frustasi. Ilham segera menoleh ke
arah datangnya suara. Sesaat ia terkejut setengah mati, karena Wahyu yang datang dihadapannya saat ini terlihat cool.
“ Ngapain
kamu di sini, cebong? “ Ilham balik
bertanya.
“ Nggak
papa. Tadi cuma sempat mendengar sekilas tentang teriakan seseorang yang
berkelana mencari cinta sejati dalam hidupnya.. “
Ilham tercengang menatap sohibnya yang satu itu. Ia terdiam dan terus menatap Wahyu dengan tatapan tajam. Wahyu memang anak paling gila dan gokil, tapi kalo dia lagi “kesurupan”
sekonyong-konyong jadi bijak.
“ Kamu
benar-benar tidak pernah merasa di cintai? “
Ilham menggelengkan kepalanya. Lantas menjawab dengan suara
lemah. “ Aku memiliki semuanya. Aku mampu mendapatkan apapun yang aku inginkan.
Tapi aku tidak pernah merasa bahagia. Karena aku tidak pernah merasakan
bagaimana rasanya mencintai dan dicintai.. “ Ilham tertunduk lemas.
“ Kamu lupa
akan satu hal.. “ Wahyu mengalihkan pandangannya ke dalam kolam.
“
Maksudnya? “ Ilham kembali melempar batu ke dalam kolam.
“ Pernahkah
kamu berfikir bahwa ada dzat lain yang begitu menyayangimu dengan tulus?? Dia
terus menyayangimu tanpa kamu menyadarinya..“
Ilham menghentikan aktifitasnya sesaat. Ia segera menoleh
kearah gadis tersebut dengan dahi berkerut. “ Siapa yang kamu maksud? “
“ Cobalah
pejamkan matamu untuk sesaat. “
Ilham mengikuti perkataan Wahyu. Ia
mulai memejamkan matanya dengan perlahan.
“ Apa yang
kamu rasakan saat ini? “ Wahyu bertanya lagi.
“ Aku tidak
merasakan apapun. Hanya hembusan angin yang kian terasa mengusik. “
“ Apakah
kamu bisa bernafas dengan mudah? “
“ Yah.
Bahkan sangat mudah.” Ilham terus memejamkan matanya.
“ Apakah
sekarang kamu belum merasa dicintai? “ Si gokil itu
memandang ke arah Ilham yang masih memejamkan matanya.
Sesaat kemudian, Ilham membuka matanya secara perlahan.
Setelah mendengar pertanyaan Wahyu yang baru di ucapkannya, ia semakin penasaran dengan kalimat
yang akan di ucapkan Wahyu selanjutnya.
“ Aku belum merasakannya.. “ Ilham menjawab dengan pelan
tanpa mengalihkan pemandangannya dari wajah Wahyu.
“ Tidakkah
kamu pernah berfikir dengan mereka yang terkapar lemah ketika harus berada di
rumah sakit? Mereka yang membutuhkan oksigen sampai harus merelakan berapapun
biaya yang harus dibayar untuk kesembuhan mereka? Bandingkan dengan keadaanmu
saat ini. Kamu bisa bernafas dengan mudah tanpa harus membayar sepeserpun.
Bahkan kamupun mampu seandainya harus membayar juga. Sekarang apa kamu belum
merasa dicintai-Nya juga? “ Wahyu mengahiri sabda
“kesurupannya” dengan nada semakin
meninggi.
“Eh
Taplak, gue tahu loe sekaraag sedang mikirin Zahra kan?” tanya Wahyu sebagai “love expert”. “Menurut loe?” jawab Ilham. “Hahahaha, wahai saudaraku aku
sudah lama hidup denganmu jadi aku tau siapa kamu. Dekatilah dia. Buktikan
cintamu.” Ilham merenung mendengar kata-kata karibnya itu.
“Caranya
gimana?” tanya Ilham dengan muka berharap. “Ah, taplak lu, taplak meja kantin.
Kita semua tahukan kalo Zahra itu aktivis di Rohis. Nah, itu jalanmu bro, masuk
Rohis.” “Gila loe, loe kan tahu, gue kan gak pernah betah sama yang gitu-gituan”
Ilham dengan kaget. “I know do you feel
bro,tapi kan demi cintamu, gak apaplah. Oke?” sebutir semangat dari Wahyu.
“Okey dah, Gue besok mulai jadi aktivis Rohis, hhehe.”
Keesokan
harinya dengan alih-alih ingin mendekati Zahra, Ilham daftar sebagai anggota
rohis. Hari itu dia bertemu dengan Husni. “Asslalmualaikum, selamat siang”.
“Walikumsalam, selamat siang. Ada perlu apa ya?” tukas Husni dengan senyum
ramah ala anak Rohis. “Jadi gini Mas, saya
tertarik sekali dengan kegiatan rohis di kampus. Apakah saya bisa
mengikuti kegiatan Rohis?”. “Alhamdulillah, Bisa banget, mungkin Allah telah
membukakan pintu hiddayah buat antum,” kata Husni sambil tersenyum sumringah.
Hari
itu Ilham resmi menjadi salah satu anggota Rohis. Hari ini ketepatan hari
selasa, hari dimana akan dilaksanakan liqa’
evaluasi mingguan. Sehingga ILham baru jadi anggota langsung di ajak
pertemuan. “Yes, berhasil, nanti aku bisa bertemu dengan Zahra,” gumam Ilham
dalam hati. “Zahra, tunggu akhi Ilham ya, hehe” Ilham terus bergumam percaya
diri dalam hati.
Sore
hari setelah selesai Ashar liqa’ pun
dimulai. Betapa terkejutnya Ilham, ternyata dalam pertemuan ini antara ikhwan
dan akhwat di batasi dengan hijab yang membentang tinggi dan panjang.
“Buseeeet, Wahyu cebong, idenya gatot.” Hari itu ternyata tidak hanya ada
pertemuan biasa tapi juga ada kajian hadist. Karena sudah ikut Ilham tidak bisa
keluar. Dengan hati yang gusar gundah gulana Ilham mencoba untuk menikmatinya.
“Subhanallah,
luar biasa” seru Ilham dalam hatinya dengan perasaan haru dan bahagia. Hari ini
ustadznya memberi materi tentang tujuh kelompok orang yang akan dinaungi Allah
ketika hari dimana tidak ada naungan lagi kecuali dari naungan Allah. Dia
mengingat-ingat materi yang diberikan oleh ustadz
tadi. Kurang lebih seperti
ini : “Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda Nabi SAW: tujuh macam orang yang
bakal dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari tiada naungan lagi keculai
naungan Allah; (1) Pemimpin atau raja yang adil. (2) Pemuda yang rajin dalam
ibadah. (3) Seorang yang hatinya bertautn dengan masjid. (4) Dua orang yang
kasih saying karena Allah, baik waktu berkumpul atau berpisah. (5) Seorang laki
yang diajak berlaku curang oleh wanita bangsawan cantik kemudian dia berkata:
saya takut kepada Allah. (6) Seorang bersedekah dengan diam-diam sehingga
tangan kirinya taidaklah tahu apa yang disedekahkan tangan sebelah kananya. (7)
Seorang yang ingat dzikir pada Allah dengan sendirian, maka mencucurkan air
mata.”
Setelah
sore itu, seolah-olah dia telah menemukan bagian yang hilang dalam hidupnya.
Bagian yang hampa kini terisi penuh oleh lautan hidayah. Hati yang beku kini
mencair karena kehangatan hidayah. Ilham memasuki rumah dengan senyuman,
“Assalamualaikum.”
“Iya, siapa ya,” seru Bi Inah sambil
berlari menghampiri pintu, “Loh. Den, ternyata anda to? Saya kira siapa. Tumben
gak langsung masuk, malah pakek salam segala?”
“Sunahnya gitu Bi, kita itu harus
hidup sesuai sunnah nabi agar kita dapat safaatnya di hari akhir.”
“Ow, gitu ya Den,” manguk-manguk Bik Inah menanggapi ceramah
Ilham.
Keesokan
hari Ilham berusaha bangun pagi dan pergi shalat subuh berjamaah di masjid.
Ilham belum shalat lagi setelah terakhir SMP kelas tiga saat ujian praktek
Shalat subuh. Dengan hati yang gembira dia melangkah ke masjid. Ia teringat
kembali perkataan sang ustadz sore itu, bahwa kita ini semuanya adalah milik
Allah, dan akan kembali kepada Allah. Dia juga ingat bahwa ketika manusia
kembali kesisi Allah harus sudah membawa bekal yang cukup karena nanti ada hari
dimana semua yang kita lakukan ada tanggungjawabnya. Termasuk dalam hal kasih
sayang. Kasih sayang akan membawa berkah jika kasih sayang
itu hanya karena Allah dan hanya untuk beribadah kepada Allah.
Hari
ini Ilham ke rumah Wahyu pagi-pagi sekali. “Assalamualaikum,” suara Ilham
merdu. “walaikum salam,” seisi rumah wahyu menganga dan tak berkedip menjawab
salam Ilham bagai regu kur upacara tujuhbelasan. “Woe, taplak, kerasukan jin
apa lho?’ ilham memecah suasana. “Gak ada apa-apa kok, hehehe.” “Pasti lho udah
dicuci otak loe kemarin pas ada rapat ya, atau Zahra yang cuci otakmu.”
“Astagfirullah, ya gak lah, aku malah gak menghiraukan lagi Zahra, aku sudah tahu apa itu kasih,
apa itu sayang. Tapi bukan dengan Zahra,’ “Lalu dengan siapa” potong wahyu.
“Rahasia, hehe” sahut Ilham. “Ayo berangkat yuk.”
“Asslamualaikum,
akhi Ilham” sapa Husni. “Walaikumsalam mas Husni” Ilham menjawab dengan
senyuman. “Akhi sudah tahu apa belum nanti di masjid As-Salam di Jalan Bend.
Riam kanan ada kajian kitab Riyadus Shalihin, datang ya, Insya Allah manfaaat.”
Kata Hsni. “Iya mas, dimulai jam berapa
ya?” tanya Ilham. “Bakda Maghrib akhi,” “Iya mas Insya Allah saya datang.”
“Wahyu,
ikut aku yuk,” kata Ilham merayu.
“Kemana?”
tanya balik Awahyu.
“Udah
deh, ikut yuk gak bakalan nyesel kok”
Mereka
berdua langsung berangkat ke masjid As-Salam. Setibanya di masjid Wahyu malah
terheran-heran. Wahyu kenal dengan Ilham, dia tahu Ilham gak akan betah sama
yang gini-ginian. Tapi hari ini aneh, Ilham malah mengajak wahyu ke masjid.
“Lho nglindur Ham?”
“Apa?”
“Loe kan gak pernah betah sama yang
berbau agama, apalagi shalat berjamaah kayak gini. Kayaknya seumur-umur loe
belum pernah deh shalat berjamaah.”
“Hehe, Dulu aku gak kenal
diriku siapa, dan untuk apa, dan akan kemana. Alhamdulillah, kini aku sudah
tahu siapa, harus apa, dan mau kemana aku nanti.”
“Jadi, kita beneran mau shalat di
sini?”
“Bener banget, tapi tidak hanya itu…?”
ILham dengan tersenyum misterius.
“Maksudnya?”
“Udahlah, ntar juga tahu.”
“Arggg, taplak loe,”
“eeee, panggil saudara yang bener
dong Mas Wahyu!”
“iyaaaa.”
Di Masjid As-Salam mereka berdua
shalat magrhib berjamaah. Selesai shalat maghrib
merekapun tidak langsung pulang. Wahyu sebenernya dengan alasan bertubi-tubi
mengajak Ilham pulang, tapi selalu di tolak Ilham. Husni pun melihat dan
mendekat menghampiri mereka. Tidak lama kemudian, kajian
pun dimulai.
“Ham, pulang yuk. Shalatnya kan
udah, mau apa lagi?”
“Tunggu dulu.”
“Apa lagi yang ditunggu?”
“hari ini ada kajian kitab Riyadus
Shalihin, kita dengerin dulu!”
“What? Wah gak beres ini. pulang
yuk!”
“loh. Gimana sih, ada orang mau
ngaji kok gak beres. Orang ngaji itu baik kali, bisa cari pengalaman dari
hadits-hadits Nabi SAW yang dibacakan Pak Ustadz ?
“iya, tapi kamu kok sederastis ini.
padahal baru kemarin sore kamu kenal agama.”
“Sebenarnya, aku sudah memikirkan
lama sekali tentang siapa aku, mengapa aku diciptakan, dan kemana kah aku nanti
pergi. Alhamdulillah, semua pertanyaanku tersebut telah terjawab pada sebar
forum kajian kecil di pojok masjid kampus.”
“Hanya itu dan kamu jadi seperti
ini?”
“Iya, tapi ya gak tahu lah, mungkin
ini juga salah satu kuasa Illahi”
Tidak lama Husni pun datang.
“Assalamualaikum Akhi Ilham?”
“Walaikumsalam Mas Husni, Tadi
Sahalat jamaah di sini juga ya Mas?”
“Iya, tadi saya disebelah selatan
Akhi.”
“Oh, iya mas kenalin ini teman Saya,
namanya Wahyu, Anak Teknik Sipil juga satu angkatan.”
“Husni,” menjawab dengan ramah
sambil mengulurkan tangan untuk berjabatan.
“Wahyu.” Wahyu menjawab agak
malu-malu.
“Antum satu angkatan ya sama Akhi
Ilham.”
“Iya Mas, Ilham ini dari TK ikut aku
terus. Gak bisa jauh dari saya mas anak ini.” Wahyu membuka percakapan dengan
sedikit celoteh khasnya.
“Hehe, antum suka bercanda ya.
Alhamdulillah, tampaknya kajian mulai di mulai.”
Setelah akhir semester genap dan
sudah mulai libur semester genap sekitar lima bulan setelah hari pertama ikut
Liqa’ Ilham kini sudah tidak canggung lagi dengan kegiatan semacam ini.
beberapa bulan dia telah menjadi kader dari LDK dan Rohis kampus. Hari-harinya
di isi dengan mengikuti kajian-kajian di Masjid
dan juga dengan meluangkan waktu untuk menjadi aktivis dakwah. Ilham
juga mejadi aktivis sosial peduli anak yatim, dengan merayu kedua orang tuanya
dengan ceramahnya orang tuanya membangun sebah panti asuhan yang di urus oleh
Ilham dan beberapa rekanya.
Buku-buku Sirah Nabawiyah dan buku kumpulan
Hadist dari yang berukuran mini sampai yang oversiz,kini
menghiasi kamarnya. Kaset-kaset DVD A7x, Paramore, LP, Green Day, Metalica, dan
sebangsanya kini telah disimpan di gudang. Rak kumpulan kaset kini berisi
lagu-lagu Nasyid yang bertemakantauhid sampai jihad. Kamarnya pun berisi lafadz
kalamullah, juga tulisan
LaaillahaillallahMuhamadurasullah besar di tembok bagian atas kamarnya.
Poster-poster band rock, metal, scream dan satanic pun dia bakar, kini dia
ganti dengan seni kaligrafi.
Ilham sekarang juga belajar membaca
Al-Quran. Ilham sebenarnya dulu pas duduk di bangku SD sudah bisa membaca Al-Quran
secara lancer untuk ukuran anak SD, akan tetapi karena lama tidak di asah jadi
agak tersendat-sendat. Ilham termasuk anak yang pandai, selama kurang dari dua
bulan dia sudah lulus tes Tahsinul Qur’an. Akhir-akhir ini dia pun juga sudah
memperoleh sertifikat untuk mengajar membaca Al-Qur’an metode Ummi.
Sore hari setelah kuliah Wahyu dan
Ilham beristirahat sebentar setelah Shalat jamaah Ashar. Kini Wahyu pun ikut
menjadi anggota Rohis. Wahyu setiap hari, dan setiap bertemu Ilham pasti oleh
ILham selalu diceramahi, sehingga wahyu pun pintu hatinya terbuka.
“Ilham, kamu ingat gak kapan pertama
kali kamu ke sini untuk Liqa’?
“lupa aku, kapan ya?”
“hehe, kan dulu pertamakali ikut
Liqa’ pas kamu ngejar-ngejar Ukhti Zahra.”
“MasyaAllah, iya aku sekarang ingat
ya Akhi.”
“Dan kamu tahu sekarang ukhti Zahra
kabarnya bagaimana?”
“Alhamdulillah aku sekarang tidak
memikirkanya. Aku sangat berterima kasih kepada dirinya, tidak lebih dari itu.”
“Berterima kasih karena apa?’
“Ana sangat berterimakasih karena
secara tidak langsung dilah yang membawaku kesini. Antum juga tahu itu kan?”
“Iya, Ana juga tahu kok. Hehe kalo
sekarang tau suatu hari nanti dipertemukan diplaminan oleh Allah gimana?”
“Akhi, ana gak berfikiran sejauh itu
tentang Zahra, memang dahulu aku sangat menyukainya, tapi kini cintaku hanya
untuk Allah, Rasul-Nya dan juga Agama yang dibawa Rasul-Nya. Seandainya itu pun
terjadi, aku menikahinya bukan kaena nafsuku dulu, tapi kerena semata-mata
untuk menyempurnakan agamaku, untur kesempurnaan ibadahku. Seandainya suatu
hari nanti dia oleh Allah dipertemukan denganku dalam sebuah plaminan, maka hal
tersebut semata-mata karena ibadahku. Ibadahku untuk mengikuti salah satu
perintah Allah dan sunnah rasul tidak lebih dari itu ya Akhi.”
“Iya Akhi, ana sangat megerti tetang
Antum. Jika Antum telah memilih, maka antum akan bersungguh-sungguh. Antum
telah memilih untuk memperjunagkan agama Allah. Dan antum juga jangan lupa,
menikah itu juga memperjuangkan agama antum. Nikah itu bisa melahirkan
keturunan yang bisa kita bina agar menjadi anak-anak yang shaleh dan berguna
bagi Agamanya.”
“Antum sangat benar ya Akhi.”
--end—
“
Mencintai-Mu adalah hal yang indah dalam hidupku,
Sekarang
ku percaya, aku bisa merasakan waktunya.
Tak
harus melihat wujud-Mu
Tak
harus selalu berusaha mendekap-Mu,
Agar
aku selalu dekat dengan diri-Mu,
Karena
sekarang aku percaya,
Bahwa
engkau adalah cinta yang sesungguhnya.
Harga
mati bagiku, untuk berjuang dijalan-Mu.