Ayah, Cukuplah!
Disini negeri kami, tempat padi terhampar
Samuderanya kaya raya, tanah kami subur tuhan
Di negeri permai ini, berjuta rakyat
bersimbah luka
Anak kurus tak sekolah, pemuda desa tak kerja
Mereka dirampas haknya, tergusur dan lapar,
Bunda relakan darah juang kami
Padamu kami berbakti
Cuplikan lagu di atas mengingatkan kita akan isi dari cerpen “Godlob “
karya dari penulis terkenal yaitu Danarto. Cerpen ini mengisahkan tentang
seorang pemuda yang di bunuh oleh ayahnya sendiri agar anak tersebut di panggil
sebagai pahlawan. Cerita yang disajikan sangat menarik, sebab bahasa yang
digunakan di kemas melalui pilihan kata yang tepat. Serta setiap kalimat di
bubuhi dengan olahan kata yang indah.
Dalam cerpen ini banyak terdapat dialog antara sang ayah dengan anaknya
dimana pemuda yang disebut sebagai pahlawan itu selalu mengucapkan kata “Ayah,
cukuplah! “ setiap kali sang ayah selesai memberinya sebuah tuturan ataupun
nasehat.
Sebenarnya jika di nalar, isi dari cerpen ini menggambarkan tentang kondisi
negara kita sendiri. Seperti yang kita ketahui, keadaan di negara kita masih
pasang surut. Bangsa kita masih mudah di pengaruhi oleh bangsa asing. Kita
lihat saja dari segi fahion maupun style. Bangsa kita lebih suka meniru
gaya bangsa lain. Apalagi remaja sekarang, mereka cenderung lebih suka produk
dari luar dari pada produk dari negerinya sendiri. Hal ini memiliki kemiripan
dari cerpen Godlob yang digambarkan melalui kebodohan tokoh ayah dalam membunuh
anaknya karena pengaruh para pembesar dan politikus. Seperti dalam kalimat : ’Sebaiknya, aku kena tipu oleh mereka!’’ Tangis
laki-laki itu sambil menunjuk dengan garangnya kepada para pembesar. Yang
ditunjuk melongo dan menarik dadanya undur.
‘’Kita semuanya
kena tipu mentah-mentah. Lihatlah aku! Keluargaku ludes! Tidak ada satu pun
yang kudapat!’’
‘’Penghianat!’’
teriak para pembesar bersama-sama.
Hal
ini menggambarkan bahwa tokoh ayah, di ibaratkan sebagai bangsa indonesia yang
telah dipengaruhi oleh bangsa lain sehingga ia lupa akan bangsanya sendiri.
Bertitik dari cerita tersebut, maka tokoh ibu dapat di ibaratkan sebagai
ibu pertiwi yang berusaha untuk membela negaranya sendiri. Sebagai contoh dalam
kalimat : Tiba-tiba
perempuan itu mencabut pistol dari pinggangnya dan sejenak menggelegar bunyinya
memenuhi sudut-sudut kota dan sejenak laki-laki tua yang ada di hadapannya itu.
Perlahan perempuan itu berjongkok di depannya. Ait matanya meleleh. Suaminya
menggeliat menoleh kepadanya:
‘’Perang demi
perang berlalu, iseng demi iseng berpadu.’’ Kemudian ia meraih mayat anaknya dan jatuh. Suasana hening.
Sekaliannya dipaku di tempat berdirinya masing-masing. Perempuan itu
berdiri. Dengan wajah termangu ia memandang ke atas: ‘’Oh, nasibku,
nasibku. Sedang kepada setan pun tak kuharapkan nasib yang demikian.’’ Dari cuplikan
tersebut di gambarkan bahwa tokoh ibu
berusaha untuk membela atas kematian anaknya. Ini dapat diartikan sebagai ibu
pertiwi yang tidak rela atas penjajahan yang terjadi di negaranya sendiri,
sehingga ia berusaha untuk merebut apa yang seharusnya menjadi miliknya.
Jadi
menurut saya cerpen ini berusaha mengajak berbicara pembaca untuk lebih mendalam
mengenal negaranya sendiri. Meskipun tidak diucapkan secara langsung lewat
dialog maupun narasi, tapi jika dilihat dari isinya cerpen ini berisi tentang
pembelaan terhadap kaum yang lemah. Arti kata “Ayah, cukuplah! “ itu sendiri
mengingatkan kepada mereka yang telah melupakan negaranya supaya cepat sadar
dan memperjuangkan negaranya sendiri, bukan negara lain.