Kamis, 09 Juni 2016

TINDAK TUTUR DALAM TUTURAN KASUS “FREEPORT DESEMBER 2013”




 
ABSTRAK
Pragmatik merupakan studi bahasa mengenai maksud tuturan dalam hubungannya dengan konteks. Dalam pragmatik dikaji tindak tutur yang dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak tutur dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015” merupakan kajian pragmatik terhadap tuturan para pejabat yang berkaitan dengan kasus “Freeport Desember 2015”. Dengan memerhatikan konteksnya, tuturan para pejabat yang berkaitan dengan kasus ini dapat berwujud tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Rumusan masalah dalam makalah ini antara lain adalah: (1) bagaimana bentuk tindak lokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”? (2) bagaimana bentuk tindak ilokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”?, dan (3) bagaimana bentuk tindak perlokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”?
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) bentuk tindak lokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”, (2) bentuk  tindak ilokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”, dan (3) bentuk tindak perlokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”. Adapun kajian pustaka yang digunakan untuk mengkaji tuturan kasus ini adalah kajian pragmatik dengan teori tindak tutur.
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan yang telah diuraikan, hasil analisis makalah ini ada tiga. Pertama bentuk tindak lokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015” berupa tindak naratif. Kedua bentuk tindak ilokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015” berupa tindak direktif, dengan verba mendesak. Ketiga bentuk tindak perlokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015” berupa tindak perlokusi dengan verba menyenangkan. Tindak tutur dalam kasus “Freeport Desember 2015” ini dilakukan secara langsung dan tidak langsung.


1.      PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bahasa adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer, 2007:32). Bahasa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia, karena dengan adanya bahasa, manusia dapat berinteraksi dengan masyarakat sosialnya. Hal tersebut sesuai dengan teori Lubis yang mengemukakan bahwa, satu di antara fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi, yang digunakan manusia untuk menyampaikan gagasan, ide, pikiran, dan perasaannya kepada orang lain (Lubis, 1993:3).
Studi mengenai bahasa memiliki cakupan yang luas dan banyak jenisnya. Dimulai dari bagian bahasa yang lebih kecil, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Berdasarkan beberapa studi bahasa tersebut, terdapat studi bahasa terapan, yaitu pragmatik. Pragmatik ialah ilmu yang mengkaji bahasa berdasarkan konteksnya. Di dalam pragmatik itu sendiri, terdapat tindak tutur, yang masih dibagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan perlokusi (Leech, 1993:316).
Menurut Gunarwan (dalam Rustono, 1999:37), lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyampaikan sesuatu; tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu di dalam kamus dan makna kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya. Fokus dari lokusi itu sendiri ialah makna tuturan yang diucapkan, bukan mempermasalahkan maksud dan fungsi tuturan tersebut.
Berbeda dengan lokusi, Pamungkas (2012:218) menyatakan bahwa, ilokusi adalah tindak tutur yang tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga untuk melakukan sesuatu Tuturan tersebut dimaksudkan agar lawan bicara melakukan sesuatu atas ucapan yang dituturkan oleh penutur. Sedangkan hasil atau efek yang ditimbulkan pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu dinamakan dengan perlokusi.
Pada kasus rekaman freeport yang akhir-akhir ini diberitakan melalui media masa maupun surat kabar, terdapat percapakan antara Setnov, Riza Chalid, dan Bos Freeport yang dapat dianalisis dengan menggunakan tindak tutur. Dalam rekaman tersebut, Setnov berusaha untuk mengondisikan permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia. Selain itu, ia juga memberikan tekanan kepada Bos Freeport terkait hal tersebut. Meskipun yang mengatakan saham adalah Riza, namun yang mengondisikan dan memberikan penekanan kepada Bos Freeport adalah Setnov. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis melakukan kajian tindak tutur dalam tuturan kasus freeport yang akhir-akhir ini tersebar di internet, karena dalam kasus tersebut terdapat beberapa tuturan yang dapat dianalisis dengan menggunakan tindak tutur.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,  rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1)      Bagaimana bentuk tindak lokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”?
2)      Bagaimana bentuk tindak ilokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”?
3)      Bagaimana bentuk tindak perlokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”?
1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan:
1)      Bentuk tindak lokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”.
2)      Bentuk tindak ilokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”.
3)      Bentuk tindak perlokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”.













2. PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
1) Tindak Tutur
Dalam usaha untuk mengungkapkan keinginan yang ada dalam diri mereka, seseorang tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur-struktur gramatikal saja. Akan tetapi mereka juga memperlihatkan tindakan melalui tuturan tersebut. Tindakan yang ditampilkan lewat tuturan itulah yang disebut tindak tutur (Yule, 2014:82).  
Istilah-istilah deskriptif untuk tindak tutur yang berlainan digunakan untuk maksud komunikatif penutur dalam menghasilkan tuturan. Penutur biasanya berharap agar maksud dari pembicaraannya dapat dipahami atau dimengerti oleh pendengarnya. Oleh karena itu, Leech (1993:4) mengungkapkan bahwa sebenarnya dalam tindak tutur, terdapat beberapa aspek yang harus dipertimbangkan. Aspek tersebut mencakup, penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai sebuah tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal.
Dalam berkomunikasi, antara penutur dan pendengar biasanya dibantu oleh keadaan di sekitar lingkungan tuturan tersebut. Adanya interaksi antara penutur dalam situasi dan tempat tertentu inilah yang kemudian dikenal sebagai peristiwa tutur. Dalam banyak hal, sifat peristiwa tutur menjadi penentu penafsiran terhadap suatu tuturan.
Jika dalam peristiwa tutur seseorang lebih menitikberakan pada tujuan peristiwanya, maka dalam tindak tutur ini yang lebih diperhatikan adalah makna tindak dalam tuturan tersebut (Rohmadi, 2004:30).
2)      Jenis Tindak tutur
Searle dalam “Act: An Essay in The Philoshopy of Language”, (dalam Rohmadi, 2004) mengemukakan bahwa, secara pragmatis ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur. Tindakan tersebut ialah tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.
a.       Tindak lokusi
Menurut Gunawan (dalam Rustono, 1999:37), tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu; tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai dengan makna yang ada dalam kamus dan makna itu sendiri menurut kaidah sintaksisnya.
Fokus dari tindak lokusi ini adalah makna tuturan yang diucapkan, bukan masalah maksud atau fungsi dari tuturan tersebut dituturkan. Oleh karena itu, tindak ini merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi, karena tidak perlu memperhitungkan maksud yang tersirat di dalamnya.
Menurut Searle (Rohmadi, 2004:30), Tindak lokusi terdiri atas tiga tipe, yaitu tindak tutur lokusi tipe naratif, deskriptif, dan informatif.
1)      Tindak tutur lokusi tipe naratif
Tindak tutur lokusi tipe naratif dapat diartikan sebagai bentuk wacana dengan sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa dalam suatu urutan waktu naratif, dan berusaha menjawab pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi.
2)      Tindak tutur lokusi tipe deskriptif
Tindak tutur lokusi tipe deskriptif ialah menciptakan atau memungkinkan terciptanya daya khayal pada mitra tutur, seolah-olah mereka melihat dan merasakan sendiri objek secara keseluruhan. Tindak lokusi tipe ini mampu menimbulkan daya khayal terhadap mitra tutur, tetapi efek tersebut tidak mengharuskan mitra tutur terlibat langsung dalam memberikan tanggapan.
3)      Tindak tutur lokusi tipe informatif
Tindak lokusi ini mengartikan bentuk wacana yang mengandung makna, sehingga pendengar memperoleh amanat dari tuturan yang didengarnya. Informatif sebagai bentuk wacana yang mengandung makna sedemikian rupa, sehingga pendengar atau mitra tutur mengerti amanat yang disampaikan.
b.      Tindak ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu (Rohmadi, 2004:31). Hal tersebut sejalan dengan pengertian Pamungkas (2012:218) yang menyatakan bahwa, tindak ilokusi adalah tindak tutur yang tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga untuk melakukan sesuatu.
Tindak ilokusi tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga digunakan untuk melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara sekasama. Oleh karena itu, dalam tindak ilokusi, konteks atau situasi sangat mempengaruhi tuturan. Sebagai contoh, seseorang berada dalam sebuah rumah yang jendelanya tertutup. Orang tersebut mengatakan “Udaranya panas”. Tuturan ini, tidak hanya memberikan informasi kepada mitra tutur bahwa udara saat itu panas, akan tetapi juga meminta kepada mitra tutur agar membuka jendela atau menghidupkan AC. Jadi sangat jelas bahwa tuturan tersebut mengandung maksud tertentu yang ditujukan kepada mitra tutur.
Menurut Searle (Rohmadi, 2004:32), tindak tutur ilokusi digolongkan menjadi lima jenis, yaitu tindak tutur ilokusi ekspresif, representatif, direktif, komisif, dan deklaratif.
1)      Ekspresif
Tindak tutur ilokusi ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penutur, agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan tersebut. Aspek ini meliputi tuturan mengucapkan terima kasih, mengeluh, mengucapkan selamat, menyanjung, memuji, menyalahkan, dan mengkritik.
2)      Representatif
Tindak tutur ilokusi representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya. Tindak tutur ini mengemukakan bahwa pembicaraan mengekspresikan kepercayaan mengenai kebenaran. Beberapa aspek yang termasuk dalam tindak tutur ini adalah tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, dan berspekulasi.
3)      Direktif
Tindak direktif adalah tindak tutur yang mendorong lawan tutur untuk melakukan sesuatu. Pada dasarnya, tindak ilokusi jenis ini bisa memerintah lawan tutur untuk melakukan suatu tindakan, baik secara verbal maupun nonverbal. Aspek yang termasuk dalam tindak tutur ini adalah tuturan seperti memohon, mengajak, memaksa, mendesak, menagih, memerintah, menentang, menuntut, memesan, dan menasehati.
4)      Komisif
Tindak komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misal bersumpah, berjanji, mengancam, dan menyatakan kesanggupan. Tindak tutur ini berfungsi untuk menyatakan sesuatu yang menunjukkan bahwa penutur sedikit banyak terkait pada suatu tindakan masa depan. Ilokusi jenis ini sebenarnya kurang kompetitif, karena tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi lebih kepada lawan tuturnya.
5)      Deklaratif
Tindak deklaratif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal yang baru (status, keadaan, dan sebagainya). Beberapa hal yang termasuk dalam tuturan ini adalah tuturan dengan maksud mengesankan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengabulkan, mengizinkan, menggolongkan, mengangkat, mengampuni, dan memaafkan.
c.       Tindak perlokusi
Tuturan yang diucapkan penutur sering kali memiliki efek atau daya pengaruh tertentu. efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu inilah yang disebut dengan tindak perlokusi (Austin, 1962:101). Efek tuturan tersebut dapat ditimbulkan oleh penutur baik secara sengaja, maupun tidak sengaja.
Ada beberapa verba yang dapat menandai tindak perlokusi. Beberapa verba tersebut antara lain adalah, membujuk, menipu, membuat jengkel, menakut-nakuti, menyenangkan, mempermalukan, menarik perhatian, dan lain sebagainya.
2.2 Hasil Analisis
Dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015”, terdapat tiga aspek yang berkaitan dengan tindak tutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Hasil analisis tindak tutur dari tuturan kasus tersebut adalah sebagai berikut.
1)      Bentuk Tindak Lokusi dalam Tuturan Kasus “Freeport Desember 2015”
Tindak lokusi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu; memberikan informasi tanpa ada maksud tertentu. Tindak lokusi mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai dengan makna yang ada dalam kamus dan makna itu sendiri menurut kaidah sintaksisnya.
Bentuk tindak lokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015” ini terlihat pada pernyataan Marroef Sjamsoeddin selaku Bos Freeport, bahwa ia tidak keluar hari itu, karena ada tahlilan. Pernyataan tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan Setya Novianto yang bertanya, “Gak keluar Pak?”. Hal tersebut dibuktikan oleh kutipan berikut.
(1)   SN: “Gak keluar Pak?”
(2)   MS: “Enggak Pak, ada tahlilan.”  (1-2/KFD15/I/1-2).
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Setnov (SN) bertanya kepada Marroef Sjamsoeddin (MS),”Apakah ia tidak keluar hari itu?”. Marroef Sjamsoeddin menjawab “Enggak Pak, ada tahlilan.” Jawaban Marroef Sjamsoeddin atas pertanyaan Setnov merupakan bentuk tindak lokusi, karena tuturan tersebut hanya dimaksudkan untuk memberikan informasi tanpa ada maksud lain.
Tindak lokusi lain juga terlihat ketika Setnov kembali bertanya apakah Marroef Sjamsoeddin “Apakah ia tidak pergi ke Solo?” Marroef Sjamsoeddin menjawab bahwa, ia pergi ke Solo besok lusa. Hal tersebut dibuktikan oleh kutipan:
(3)   SN: “Gak ke Solo?”
(4)   MR: “Besok?”
(5)   MS: “Ke Solo kan lusa” (3-5/KFD15/I).
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa SN bertanya kepada MS terkait kepergiannya ke Solo. M. Riza Chalid (MR) juga ikut bertanya “Apakah kepergiannya itu akan dilakukan besok?” kemudian MS menjawab “Ke Solo kan lusa”. Jawaban MS atas pertanyaan SN dan MR merupakan bentuk tindak lokusi, karena tuturan tersebut juga sebatas memberikan informasi tanpa ada maksud lain.
Tipe tindak lokusi dalam kedua tuturan tersebut adalah tindak tutur lokusi tipe naratif, karena tindak tanduk yang dijalin dalam tuturan di atas, dirangkai berdasarkan sebuah peristiwa dalam suatu urutan waktu naratif dan berusaha menjawab apa yang sebenarnya terjadi.
2)      Bentuk Tindak Ilokusi dalan Tuturan kasus “Freeport Desember 2015”
Tindak llokusi adalah tindak tutur yang tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga untuk melakukan sesuatu. Bentuk ilokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015” ini terlihat ketika MR memberikan bahan dari pak Luhut dan timnya kepada MS. Secara tidak langsung, MR mendesak MS untuk melakukan pembangunan ekonomi di Papua secepatnya. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan:
(11) MR: “Jadi gini Pak. Ini bahan dari Pak Luhut dan timnya. Sudah baca?”
(12) MS: “Perpres sudah baca yang percepatan pembangunan ekonomi Papua.”
(13) MR: “Jadi mereka itu kan mau maju dulu dibangun di sana. Apa sudah ada konsep di sana? Dari Pak Menteri?” (11-13/KFD15/1)
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa MR memberikan bahan dari Pak Luhut dan timnya kepada MS, serta bertanya “Apakah sudah dibaca?”. Kemudian ia kembali menyatakan bahwa masyarakat Papua memiliki keinginan agar pembangunan ekonomi terlebih dahulu dibangun di sana. Secara tidak langsung, MR mendesak MS untuk segera melakukan pembangunan tersebut. Hal ini dibuktikan dari pertanyaan MR yang berbunyi, “ Apa sudah ada konsep di sana? Dari Pak Menteri?”.
Pertanyaan di atas merupakan bentuk tindak tutur ilokusi, karena tuturan tersebut dituturkan dengan maksud agar MS segera melakukan pembangunan di Papua. Tipe ilokusi dalam tuturan tersebut adalah tindak tutur direktif, dengan tuturan mendesak.
Tindak ilokusi lain juga terlihat ketika MR meminta MS agar kepastian diberikan paling tidak tanggal 1 juli. Selian itu, ia juga menegaskan bahwa minggu depan kalau bisa sudah haru settlement. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan:
(30) MR: “Arbitrase internasional jalan. Tidak ada lagi itu. 1 Juli lah pak sudah ada kepastian. Sekarang apa guaranteenya kalau permintaan itu dipenuhi, ini juga keluar. Apa garansinya kalau permintaan itu ada singnal, 1 Juli sudah ada signal, apa garansinya? Ya to Pak. Apa garansinya?”
(31) MS: “Ini kan masih di Solo.”
(32) MR: “Ya ketemunya di sinilah. Ketemu Pak Luhut, ini kan masih ada kesibukan. Habis itu baru, habis itu Jumat ke Pak Luhut. Harus ditugasin itu dia. Kalau bisa tuntas dan minggu depan sudah bisa settlement. Tanggal 22, seperti usul lalu, Itu yang sekarang sudah kerja. Kita sudah approach beberapa kali. Benar. Kalau Freeport memiliki 15 %, kita pasti bilang.” (30-32/KFD15/III)
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa MR berusaha mendesak MS supaya tanggal 1 juli sudah ada kepastian. Meskipun MS mengatakan bahwa ia masih di Solo, namun MR tetap memberikan dorongan dengan tegas. Pernyataan MR tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena pernyataan tersebut tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga mendesak MS agar secepatnya memberikan kepastian.
Tipe tindak ilokusi dalam tuturan tersebut termasuk tindak direktif, karena mendorong lawan tutur untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan verbal mendesak.
3)      Bentuk Tindak Perlokusi dalam Tuturan Kasus “Freeport Desember 2015”
Tindak perlokusi merupakan efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu. Efek tuturan tersebut dapat ditimbulkan oleh penutur baik secara sengaja, maupun tidak sengaja. Bentuk perlokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015” ini terlihat ketika MS dan SN membicarakan mengenai adanya keganjalan yang harus mereka tutupi. Pada saat MS mengatakan, “Anu, The lobbies”, tiba-tiba saja MS, SN, dan MR tertawa secara bersamaan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan:
(71) SN: “Ada ganjalan. Makanya kita harus menutupi. Gak habis-habis.”
(72) MS: “Mempercantik.”
(73) SN: “Mempercantik. Tapi kalau pengalaman kita, artinya saya dengan pak Luhut, pengalaman-pengalaman dengan presiden, itu rata-rata 99 % itu goal semua Pak. Ada keputusan-keputusan penting kayak Arab itu, bermain kita. Makanya saya tahu. Makanya Bung Riza begitu tahu Darmo, dibiayai terus itu Darmo habis-habisan supaya belok. Pinter itu.”
(74) MS: “Anu, The lobbies.”
(75) MS, SN, MR tertawa semua (71-75/KFD15/VI)
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa SN dan MS sedang membicarakan adanya keganjalan yang harus mereka tutupi. Kemudian, ketika SN berbicara tentang pengalaman mereka dengan Pak Luhut, MS menjawab, “Anu, The lobbies”, tiba-tiba saja mereka bertiga tertawa secara bersamaan. Efek yang ditimbulkan oleh tuturan tersebut berupa verba menyenangkan, karena dapat membuat mereka tertawa secara bersamaan.
Tindak perlokusi lain juga terlihat ketika MR dan SN membicarakan tentang strategi Pak Luhut, empat tahun lalu terkait pembicaraannya dengan Jim Bob. Ketika MS berkata, “Lobbies.”, semuanya kembali tertawa secara bersamaan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan:
(90) MR: “Pak, kalau gua, gua bakal ngomong ke Pak Luhut janganlah ambil 20%, ambillah 11% kasihlah Pak JK 9%. Harus adil, kalau enggak ribut.”
(91) SN: “Iya. Jadi kalau pembicaraannya Pak Luhut di San Diago, dengan Jim Bob, empat tahun lalu. Itu, dari 30 persen itu, dia memang di sini 10 %. 10 persen dibayar pakai deviden. Jadi dipinjemin tapi dibayar tunai pakai deviden. Caranya gitu, sehingga menggangu konstalasi ini. Begitu dengar adanya istana cawe-cawe, presiden nggak suka, Pak Luhut ganti dikerjain. Kan begitu. Sekarang kita tahu kuncinya. Kuncinya kan begitu begitu lho hahahaha. Kita kan ingin beliau berhasil. Di sana juga senang kan gitu. Strateginya gitu lho.. Hahahaha”
(92) MS: “Lobbies.”
(93) MS, SN, MR tertawa semua. (90-93/KFD15/VII).
     Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa, pada saat SN dan MR  membicarakan masalah tentang strategi yang digunakan Pak Luhut empat tahun lalu, MS menjawab, “Lobbies”, yang kemudian membuat mereka bertiga tertawa secara bersamaan. Kata “Lobbies” mungkin saja memiliki makna yang berkaitan dengan peristiwa yang menyenangkan, sehingga membuat mereka tertawa. Efek yang ditimbulkan oleh tuturan tersebut disebut tindak tutur perlokusi, dengan verba menyenangkan.

















KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat ditarik dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1)      Bentuk tindak lokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015” berupa tindak naratif.
2)      Bentuk tindak ilokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015” berupa tindak direktif, dengan verba mendesak.
3)      Bentuk tindak perlokusi dalam tuturan kasus “Freeport Desember 2015” berupa tindak perlokusi dengan verba menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Austin, J.L. 1962. How To Do Things With Words. London: Oxford University Press.

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press.

Lubis, H. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa

Pamungkas, Sri. 2012. Bahasa Indonesia dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: penerbit abadi

Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik: Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media.

Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang:IKIP Semarang Press.

Yule, George. 2014. Pragmatik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar